Rasanya hampir berjam-jam Clear mengekor Denegan. Mereka berjalan di sebuah lorong rahasia dibawah permukaan bumi. Lorong yang disebut Denegan, Lunar Passageway. Menurut perkataan Denegan, Clear pernah sekali datang ke lorong ini. Tapi Clear meragukanya. Sama sekali tidak ingat.
Lorong tersebut berpenerangan remang dengan lampu-lampu kecil biru di setiap satu meternya. Namun cukup untuk melihat apa yang ada didepan. Di dindingnya terukir simbol rumit dengan lambang Bellato ditengah. Kelihatannya sangat rumit dan bercabang-cabang.
Meskipun begitu, Archon didepannya sama sekali tidak menunjukan tanda2 ragu untuk melangkah. Seperti dia sudah hapal di luar kepala rute yang ia tempuh. Keasikan menelusuri Lunar Passageway membuat Clear melupakan rasa cape-nya. Apalagi tadi Denegan mengatakan sesuatu yang membangkitkan semangatnya, "Kamu mau ingatanmu kembali?"
And so, gadis Bellathean itu asik-asik aja ngikut Denegan. Dalam hati Clear merasakan euphoria. Perutnya serasa melilit setiap kali dia membayangkan kemungkinan masa lalunya. Apa masa kecil gue bahagia dulu? Ato malah suram?? Sayangnya, semua kemungkinan itu membuatnya ingin meledak. Apa lagi Denegan sama sekali tidak mengajaknya bicara selama perjalanan. Itu sudah cukup untuk membuatnya bosan.
Akhirnya mereka berhenti didepan sebuah pintu ganda "Okay, here we are..." Denegan meletakan tangannya di permukaan pintu itu "Grant me your permission to enter this room as your... Archon! Abrir!" Dari tempat Denegan meletakan tangannya, keluar detak cahaya yang menyebar keseluruh permukaan pintu. Pintu pun terbuka perlahan. Asap tipis berhambur keluar dari dalam.
Dalam hati Clear berpikir, apa yang barusan dilakukan Archon tadi?
"Ayo masuk Clear. Ada yang ingin bertemu" Kata Denegan riang. Dengan kakunya Clear melangkah memasuki ruangan. Ruangan tersebut memiliki standar lebar kelas umum di akademi. Hampir tak ada apa disitu selain sederet komputer, kursi seadanya dan mesin2 bellato. Namun yang membuat Clear terkejut adalah orang2 yang berada di dalamnya.
"Engkong Eld! Kk Julian! Kenapa anda ada disini?" Serunya spontan. Engkong Eld adalah panggilan gaul dari anak2 Bellato kepada sang Race Manager, Ell Dun Tanta. Sedangkan Julian, adalah ketua Tim Penyerang, Berserker paling ganas, sekaligus pelatihnya Clear. Engkong Eld menghardik Clear "Ude gue bilangin ye, jangan panggil ane engkong! Dudut ente!"
Clear malah nyengir. Tak ada seorang pun mau berhenti memanggilnya Engkong jika dalam suasana informal. Kali ini Clear memandang kearah Julian. Lelaki kekar itu sama sekali tidak berkurang kewaspadaannya. Rambut pirang gelapnya menutupi sebagian rahangnya yang tegas. Mata elangnya tajam menatap lurus kedepan, membuat Clear kehilangan keberanian untuk bertatap langsung. Dan hal itu tidak disukai oleh Julian "Clear, tatap mataku! Jangan sekali-kali kau mengalihkan pandangan dari apa yang didepanmu!"
Clear tersenyum malu. Dari dulu Julian selalu mengajarkan, jika berhadapan dengan warrior, selalu tatap matanya. Dari matanya itu akan tersirat gerakan apa yang akan dilakukannya. Juga, jangan pernah tunjukan keragu2an. Tapi susah! Apa lagi Julian kan ganteng ^^ V. Lagian, tatapan matanya itu lo... ga kuku!
"Sudah2, ini kan bukan dimedan perang. Bukan jam latihan pula. Easy big guy" Kata Denegan santai. "Baik, saia tidak suka basa basi. Langsung saja Clear. Silahkan duduk dimana pun yang kamu mau. Berdiri juga boleh" Clear memilih tidak duduk. Karena dia sungkan pada ketiga orang seniornya yang semuanya berdiri.
"Begini, kita transparan saja. Kami, mewakili bangsa Bellato, menginginkan kamu mendapatkan ingatanmu kembali. Aku yakin kamu juga sama kan?"
Clear mengangguk. Serem amat, Bellato juga butuh memori gue! Segitu pentingnyakah? Denegan melanjutkan "Sayangnya, walau pun kita sama2 ingin, memori kamu nggak bisa kembali dengan instan. Harus dengan beberapa proses yang agak lama." Denegan mengeluarkan catatan kecil dan pena dari sakunya "Sebelum kita mulai, bisa interviu sebentar?" Tanpa menunggu jawaban dari Clear, Denegan memberikan pertanyaan pertama.
"Apa kamu sering mengalami sakit kepala, demam, migrain, dll?"
"Er, enggak tuh..."
"Sering mimpi aneh gitu?"
"Iya..."
"Sudah lama atau baru2 ini?"
"Ea, akhir2 ini sih, sekitar setengah tahun lalu..."
"Sudah punya pacar?"
"Hah?"
"Denegan!!" < Julian
"Bercanda2 ^^" Denegan menutup catatannya. Dari tampangnya terlihat dia sedang menarik kesimpulan dari wawancara singkatnya. "Lalu satu lagi... kemarikan tangan kananmu" Kata Denegan sambil mengulurkan tangannya. Tanpa prasangka, Clear melakukan apa yang disuruh Denegan. Denegan mengusap2 tangan Clear. Gya!! Archonnya genit!!! >.<
"Revelan... Odio Espada!"
Sontak Clear kaget begitu cahaya biru meledak ditangannya. Cahaya itu beradu denagn aura hitam dari dalam tangan Clear. Dia merasakan sensai panas itu lagi, persis seperti yang dia rasakan di Ether. Mencoba menarik tangannya, Clear memberontak dari cengkraman Denegan. Tapi Archon itu sama sekali tak melepaskannya.
Dengan sekali sentakan, Denegan menarik tangan Clear. Paling tidak itulah yang diperkirakan gadis itu. Namun, ternyata yang tertarik bukan tangannya, melainkan tangan transparan bagaikan hantu. Mata Clear terbelak, jantungnya seakan berhenti. B-benda apa itu?!
Dan tak berhenti disitu saja, Denegan menarik tangan tersebut hingga wujudnya yang lain ikut tertarik keluar. Mula2 pundak, dada, badan, dan terakhir kepala. Clear merasa sesaat sebelum ditarik keluar, benda itu menggeliat didalam tubuhnya, seperti menolak untuk dibangunkan.
Clear menatap ngeri wujud transparan beraura hitam didepannya. "H-ha...ha....ha...ha... HANTU!!!!!!" Teriak Clear kalap. Wujud itu membalikan badannya dan menatap Clear sengan sebal "Enak aja lu bilang gue hantu.... Gue berbeda dari mahluk menyedihkan yang tak diterima di akhirat itu!!"
"Oh, jadi ini wujud Odio Espada... Ternyata Bellato juga..." Celetuk Julian "Kelihatannya kuat..." Tambahnya dengan menyeringai. Jika Julian membuat pernyataan seperti itu, disertai seringainya, itu tanda2 dia tertarik pada orang... tertarik untuk menantang duel! Denegan yang mengetahui hal tersebut melambai2kan tangannya "Halo Jul? Not now ok?"
Sementara Clear masih menatap Odio dengan takjub. Odio Bellato. Jelas. Terlihat dari ukuran tubuhnya yang kontet. Memiliki rambut kuning menyala. Matanya orange gelap. Menatap dengan penuh kebencian. Lelaki yan gpenuh dengan kedengkian "Ok, so you're not a ghost... so, what are you??" tanya Clear setelah sadar bahwa dia Odi yang sama dengan Odi yang merasukinya di Ether, mengajaknya bicara nggak penting, dan meminta permintaan aneh.
"Dia adalah arwah orang yang sudah meninggal. Sebenernya ga salah juga di pangil hantu, sih" Denegan menjelaskan "Dia menghuni Chronicle karena tertarik dengan kekuatannya, *shadows*"
"Sadar karena dia sudah mati, dia nggak mungkin bisa mencapai apa pun itu yang jadi tujuannya. Maka dari itu, dia bertahan didalam Chronicle, sambil menyeleksi siapa saja yang kira2 bisa menjadi 'alat' untuk mewujudkan keinginannya."
"'Alat' tersebut disebut 'vessels'. Vessel diberkati oleh shadow sebuah kekuatan besar. Sebesar apa kekuatan itu, tegantung sekuat apa keinginan si shadow digabung dengan kekuatan asli Chronicle"
"Dan kontrak bisa berlaku baik seumur hidup, atau semenit saja, sangat tergantung oleh shadow" Denegan menutup penjelasananya sambil nyengir seakan berkata, wow! tadi itu perkataan terpanjang dan terbenar yang kuucapkan hari ini. Namun Odio melengkungkan senyum sinis "Kau tau banyak, Archon Bellato... Tapi kau tak tau cara untuk menjaga hidungmu tetap jauh dari urusan orang lain..."
Mendengar perkataan kurang ajar itu, Denegan malah tertawa terbahak-bahak. Membuat Clear sama sekali bingung "Ahahaha!! Lucu sekali Shadow ini!" Dia mengusap matanya yang berair dengan punggung tangan "Kenapa kamu berpikir aku mencampuri urusanmu? Justru kamulah yang mencampuri urusanku!"
"Dengarkan aku, hei Shadow yang penuh kebencian, orang yang kau ikat kontrak sebagai vessel adalah Valkyrie-ku! Aku tak bisa membiarkan orang lain, atau tepatnya, arwah lain, seenaknya menjadikannya sebagai vessel! Kau merusak segala rencanaku!"
Odio terkejut. Ekor matanya melirik Clear sekilas, untuk memastikan. Dari wajahnya tersirat bahwa dia mendapatkan suatu pemahaman. Tapi tidak dengan Clear, dia semakin bingung dengan adanya fakta baru yang muncul.
"Apa maksud kk? Valkyrie? Apa itu?" Pertanyaan itu terlontar keluar dari mulutnya tanpa pertahanan. Apa maksudnya dengan 'rencana'? Dasar perut Clear sedikit bergejolak, menangkap sinyal2 dirinya dimanfaatkan. Ada ketakutan terlintas.
Julian meremas kedua pundak Clear "Nanti akan kami beritau... Nanti, pelan-pelan saja... Sekarang dengarkan Archonmu dulu" Dengan pasrah Clear menurut saja. Dia percaya pada pelatihnya itu.
"Lalu apa maumu, Archon? Menyuruhku melepaskan vesselku? Maaf2 saja ya, aku tidak bisa. aku masih punya kewenangan atas vessel. Kalau kau sayang pada 'Valkyrie'mu ini, sebaiknya jangan coba2 mengancamku, karena aku bisa mencabut nyawanya dengan kontrakku" Kata Odio setengah mengancam.
"Oh yeah? Bagaimana kalau aku memaksa... dengan ini?!" Sekejab Denegan menarik tangan kanannya kedepan. Binar-binar cahaya mengikuti gerakan tangannya dan membentuk sebuah untaian simbol yang saling terikat di tangan Denegan. Sementara telapak tangannya berpendar-pendar.
"Soul Extractor... Untuk keperluan biasa, ini bisa menyedot kekuatan Force, menghilangkan buff maupun debuff, yang paling ekstrim memisahkan aliran force dengan jasadnya.... Sebenarnya masih banyak kegunaannya. Aku bisa menggunakan ini untuk menarikmu keluar dari Clear dan menghancurkanmu berkeping-keping hingga kau pun tak bakalan sampai keneraka... Bagaimana?"
Wajah Odio terlihat sengit. Kebencian dan amarah terpancar kuat dari setiap inci keberadaannya. Aura hitam menguat dan menggeliat liar disekitar bayangnya. Tangan Clear terasa membara lagi. Gadis itu menjerit tertahan merasakan panasnya. Tapi Julian memegangi Clear dengan erat seakan menyuruhnya untuk tetap berdiri tegak walau apa pun yang terjadi.
"Tentunya akan sangat disayangkan untuk hilang dari dunia ini, setelah kamu berusaha untuk tetap bertahan sebagai Shadow... Keinginanmu belum tersampaikan kan?" Tambah Denegan sambil tersenyum. Tapi senyum ceria itu tak ada lagi, yang ada senyum sinis dan dingin.
Odio menggeram, tubuhnya gemetar menahan marah. "KURANG AJAR!!! MATI KAU KEPARAT!!!" Shadow itu merubah tangannya menjadi sebuah pedang yang sama dengan pedang yang dipakai Clear di Ether, tapi lebih mengerikan. Pedang itu jadi satu dengan tangannya dan di hubungkan oleh urat nadi yang berdenyut kencang seakan siap keluar dari pembuluhnya dan berhamburan mengutuki Denegan.
Clear merasakan seluruh tenaganya disedot, kepalanya berat. Otomatis dia merosot kelantai. Tubuhnya bergetar dan nafasnya terasa berat, seakan dia juga ikut menanggung amarah yang menjadi-jadi. Tepat pada saat dia mencium lantai, dia merasa ada sesuatu melewatinya. Susah payah dia mendongak, dirinya mendapati Hora Sword Julian tengah beradu tenaga dengan Odio.
"Minggir pengganggu!!! Sebelum kubunuh kau!!" Bentak Odio dengan suara mengerikan. Tapi Julian malah semakin terprovokasi dan bersemangat "Heh, Bring it on!!!" Mereka melontarkan pedangnya kedepan, serempak mendorong dirinya kebelakang untuk mengambil ancang2 menyerang lagi.
"HENTIKAN!!"
Kedua warrior itu langsung berhenti mendegar suara tua yang begitu berwibawa. Engkong Eld sudah berdiri tegak dengan mata menyipit tak suka. Pandangannnya menatap mereka lurus2 "Julian, tarik pedangmu" Kata Engkong dengan nada menyuruh mutlak. Julian, tetap waspada, menurunkan pedangnya tanpa ekspresi.
Setelah ini, Clear berjanji dalam hati untuk tidak mengejek Engkong Eld lagi setelah melihatnya begitu berwibawa dan tegas seperti tadi. "Kau juga, turun kan pedangmu!" Perintah Engkong pada Odio. Terlihat jelas Odio tak sudi diperintah seorang tua renta yang lebih pendek darinya. Tapi Engkong Eld menambahkan "Lakukan sekarang juga, Prince Erick Ro Arneos!"
Wajah Odio menegang. Matanya membelak tanda terkejut setengah mati. Kakinya mundur selangkah dan badannya goyah "K-kau...! Bagaimana..." Engkong Eld maju beberapa langkah. Matanya tetap menatap mata Odio. "Awalnya aku merasa pernah melihatmu disuatu tempat... dulu sekali... Lalu kusadari kau adalah Prince Erick... Tapi kau sekarang begitu asing... berbeda dengan Prince Erick yang kutau dulu..." Nada Engkong Eld terdengar begitu sedih dan dalam. Kerutan diwajahnya terlihat jelas.
"Siapa kamu?! Kenapa kau bisa tau namaku?!" Tanya Odio dengan nada tinggi. Engkong Eld mendesah sedih sebelum menjawab. Seakan mengenang seorang yang sudah lama sekali tidka hadir dalam ingatannya "Aku Ell Dun Tanta, pangeran.... Muridmu dulu..."
"Ell? Si kecil Ell? Kau... masih hidup..." Odio melunak, wajahnya tertegun. Aura hitam itu tak lagi menyambar2. Panas di tangan Clear pun berkurang drastis, hampir tak terasa lagi. Tapi dia masih sama tak bertenaganya. Dengan seksama, Clear memperhatikan pembicaraan mereka berdua.
"Ya pangeranku... Tapi sepertinya Anda kelihatan kurang sehat... Hati anda kurang sehat... Maaf kalau saya lancang tadi..." Kata Engkong Eld sambil membungkuk. Dia menlanjutkan, "Mohon maafkan ketidak sopanan Archon saya. Dia hanya berhati-hati..."
Odio terdiam agak lama sebelum melanjutkan "Tak kusangka ada yang masih hidup dari klan asli Bellato... Kau sungguh beuntung Eld... setelah semua pengkhianatan itu..." Mata Odio kembali berkobar. Clear mulai mengolah informasi. Menurut pahamnya, sesuatu telah terjadi di Bellato yang melibatkan konflik antar klan yang berakhir pengkhianatan.
Itu membuat Odio Espada, atau Pangeran Erick Ro Arneos, menaruh dendam kesumat dan bersumpah dlam tujuh bahasa untuk memburu si pengkhianat ini. Clear jadi teringat akan cerita kehancuran Bellato Empire jauh sebelum ia lahir. Gadis itu jadi berpikir untuk menyempatkan dirinya keperpustakaan, mengecek kebenaran sejarah itu. Clear menemukan dirinya terkejut atas fakta bahwa Engkong Eld sudah hidup sejak jaman Kekaisaran Bellato.
Odio menghadapi Denegan. Ekspresi wajahnya dingin menusuk "Aku tetap tak akan melepaskan vesselku" Katanya tegas "Aku tau ada sesuatu dalam dirinya yang membuat naluriku memilihnya. Aku yakin dia bisa mengabulkan keinginanku yang belum tuntas. Jadi silahkan menunggu sampai aku selesai atau berduel dengan ku sampai mati"
Denegan mendengus geli "Kau yakin mau berduel? Sekali pun kau pangeran, i'm sure as hell, aku 'mungkin' bisa mengalahkanmu..." Lagi-lagi Odio tersenyum sinis, memamerkan deretan giginya yang runcing "Hoo, Archon yang sombong..."
"Tapi," Denegan memotong "Kalau aku menang dan menarikmu keluar secara paksa, itu tetap akan berdampak pada Clear... Dan aku tak mau terjadi sesuatu yang... permanen... pada dirinya. Bagaimana kalau kita buat perjanjian? Hitam diatas putih, dengan tinta darah kalau perlu"
Odio mencibir, melambaikan tangan seklias keudara "Bilang saja kau takut. Tapi untuk apa buang-buang waktu untuk meladeni Archon lemah sepertimu? Apa yang kau tawarkan, hei Archon sombong?"
"Kau gunakan kontrakmu untuk membantu Valkyrie-ku, dan dia akan membantumu. Sesederhana itu" Jelas Denegan dengan nada malas. Odio menyeringai "Kalau begitu kita tak punya masalah lagi..."
"Ya, kalian masih punya satu masalah!!" Seru Clear susah payah. Dia berusaha bangkit, tapi tenaganya belum pulih. Terpaksa dia bertumpu pada kedua tangannya karena lututnya sama sekali tak mau bergerak. Tenggorokannya yang kering menyebabkan suaranya pecah dan terdengar aneh. "Kalian tak menjelaskan apa-apa untuku! Bagaimana aku bisa membantu kalian? Belum tentu juga aku mau membantu 'kan?"
Julian membantunya berdiri dan mendudukannya di kursi. Clear tersenyum lemah padanya. "Mungkin aku lancang... Maaf Tuan Archon, Pelatih Julian, Pak Eld, Odio... Tapi aku sama sekali tak mengerti apa yang kalian bicarakan..." Ucap Clear dengan bahasa formal sambil menunduk dalam-dalam. Antara malu dan kecapaian.
"Ah, ya... Maaf Clear. Aku tidak melupakanmu kok" Kata Denegan lembut "Seperti yang kau tau, kau tidak bisa mengetahui ingatanmu sendiri kan? Itu ada alasannya..."
"Kami telah menyegel ingatanmu dua tahun yang lalu..." Penjelasan Denegan membuat Clear semakin bertanya-tanya "Kenapa? Ada apa memangnya?" Denegan mendesah sedih "Banyak hal yang terjadi... Tapi yang jelas, sudah saatnya kau tau kebenaran didibalik semua ini. Dan, ya, aku tak menyangkal bahwa kami juga membutuhkan ingatanmu. Meskipun, untuk mengembalikannya, sepenuhnya hanya kamu sendiri yang bisa"
Denegan mengangkat tangannya kearah Clear dan Soul Extractor berpendar disekitar tangannya. "Yang bisa kulakukan adalah melepaskan segel yang menghalangimu mengingat. Maafkan aku, sebagai Archon aku cuma bisa memindahkan segel, tanpa mampu memperbaikinya. Untuk itu aku minta maaf"
Clear bangkit dari kursinya. Sedikit merasa tersanjung atas perkataan Denegan. Kemudian dia berkata mantab dengan mata berkilat-kilat "Lakukan saja apa yang harus anda lakukan Tuan Archon. Aku akan berusaha semampunya" Lagi pula dirinya juga merasa penasaran, atas alasan apa dia mau repot-repot terjun ke medan perang tanpa ujung ini.
Denegan tersenyum "Terima kasih, Clear. Dan maaf sekali lagi" Sedetik, Archon itu memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam. Seketika pendaran cahaya Soul Extractor bersinar lebih terang. Cahaya kecil yang mengelilinginya melayang-layang dengan liar. "The Light of Universe, hear my demand... Undo curse I've placed... Break the Seal... Liberar!!"
Seketika ruangan dipenuhi cahaya biru menyilaukan. Clear melindungi matanya dari sinar itu dengan tangan ketika gelombang cahaya itu menyapu dirinya. Tiba-tiba kepalanya terasa ringan, dan dari dadanya seperti ada sesuatu yang terungkap. Belenggu tak terlihat sudah di lepaskan. Rasanya seperti pintu yang sudah bertahun-tahun terkunci tiba-tiba terbuka, menggodanya untuk masuk lebih dalam. Sekarang sudah tak ada lagi yang bisa menghalanginya mengingat kejadian apa pun itu di masa lalu.
Clear terbuai oleh sensasinya dan membiarkan hal tersebut membawanya kesebuah tempat dengan padang rumput dan sebatang pohon tinggi menjulang langit. Dibawah pohon tersebut duduk seorang lelaki berambut perak yang memainkan biola dengan nada yang sama sekali tak bisa didengar Clear. Angin menyapu seluruh padang, menebarkan aroma rumput yang khas. Rambut perak itu mernari-nari mengikuti irama.
Lelaki itu melihatnya, dialihkannya stik biola dari dawainya dan dia tersenyum. Mulutnya membentuk serangkaian kata yang tak terdengar. Bocah itu kemudian melakukan pekerjaannya lagi, diselingi lirikan pada Clear sesekali. Terutama ketika dia memainkan sederet nada yang kelihatannya sulit, seakan pamer.
Dia mengakhiri permainannya dengan satu sentakan kuat. Sekarang dia menghadapi Clear sepenuhnya sambil tetap berkata santai. Beberapa kali dia mengayunkan stiknya. Setengah mati Clear ingin tau siapa bocah itu dan apa yang diucapkannya. Namun sekelebat cahaya melintas dan memenuhi retina Clear. Tanpa perlawanan, Clear mengikuti kemana cahaya itu membawanya.
Kali ini dia berakhir di sebuah ruang keluarga kecil. Disana terdapat kurang lebih 15 anak-anak bermain bersama. Gelak tawa dan keceriaan yang berisik memenuhi ruangan. Sementara di sudut lain terlihat para orang tua sedang bercengkrama. Clear melihat bocah berambut perak itu lagi. Dia mengajaknya bicara dengan ekspresi ceria. Lalu datang anak perempuan berambut pirang sebahu ikut bergabung.
Ruangan berputar lagi. Lebih lama kali ini. Clear merasa sedikit mual dan vertigo memenuhi kepalanya. Dia kemudian di paparkan pemandangan dimana semua orang berduyun-duyun pergi meninggalkan desa. Disekitarnya juga berjalan orang-orang yang dilihatnya di ruang keluarga sebelumnya. Wajahnya mereka memancarkan kesedihan dan kekhawatiran. Bocah itu masih ada bersamanya. Begitu juga perempuan pirang itu. Hampir lengkap semuanya.
Sekali lagi Clear berpindah tempat. Dia sekarang berada disebuah kapal kargo, melintasi lautan bintang. Disekitarnya banyak orang menangis. Dari jendela kapal, Clear bisa melihat setitik bintang, atau planet tepatnya, berpendar dan perlahan hilang dalam letupan kecil. Clear merasa air mata meleleh di pipinya. Saat itu juga ada yang menggenggam tangannya. Saat dia berpaling, dia melihat bocah yang sama, namun Clear tak bisa menemukan dimana gadis berambut pirang satunya. Clear juga memperhatikan kalau jumlah orang yang dari ruang keluarga tinggal setengahnya...
Ruangan berpusar. Begitu membuka matanya, Clear melihat hamparan perkampungan yang di bumi hanguskan. Langit gelap oleh asap yang bergulung-gulung. Seketika, inderanya menajam. Tak seperti kilas balik sebelumnya yang samar-samar. Bau hangus asap dan anyir darah menusuk penciumannya. Panas api menjilati kulit. Peluh mengalir membasahi tuniknya. Ini bahkan lebih nyata dari pada kenyataan. Melihat keadaan seperti ini saja membuat bulu kuduk Clear berdiri.
Clear dengan jelas dapat mendengar jeritan minta tolong. Para ibu memanggil-manggil tanpa daya anak mereka. Tangisan dan keluhan merongrong masuk ketelingannya. Hati Clear serasa tercabik mendengarnya. Sekaligus menambah rasa takutnya. Anak yang terpisah dari ibunya hanya bisa menangis. Mayat-mayat bertumpukan begitu saja diinjak orang.
Orang-orang kocar-kacir melarikan diri. Bahkan ditengah keramaian ini, Clear merasa sendiri, terbuka dan rawan serangan. Dia merasa tatapan tajam terarah padanya dari langit. Tak terhalang, dan siap menyambar nyawanya kapan pun. Ketika menengadah kelangit, Clear melihat ratusan kapal angkasa melayang bagai camar. Laser kecil sesekali menghujam bumi dari meriamnya.
Ada yang memanggil namanya. Ternyata orang itu adalah bocah yang sama. Namun dia terlihat lebih tua, mendekati usia remaja. Wajahnya tegang dan menghitam oleh asap. Dengan mantab dia mengenggam tangan Clear dan membawanya pergi, sejauh mungkin dari maut. Otomatis Clear menyongsong pemuda itu. Tapi sama sekali tak terlihat adanya tanda-tanda dari orang lain yang dikenal Clear. Kemana orang-orang yang mengirinya sebelumnya?
Mereka berdua lari dengan berpegangan tangan. Beberapa kali menabrak atau tertabrak orang. Si pemuda berlari didepan membimbing Clear. Tiba-tiba orang yang berlari disekitarnya terbelah kepalanya, otaknya muncrat kemana-mana. Gadis itu membelak ngeri. Hal yang sama terjadi pada orang yang berlari beberapa meter darinya. Dengan tambahan kaki dan tangan yang langsung putus. Kontan semua orang menjadi semakin panik. Clear dan si pemuda memacu kecepatan melebihi batas kemampuan kakinya. Bahkan Clear tak sempat menghirup udara yang layak untuk mengisi paru-parunya.
Dalam hitungan detik, mayat-mayat berjatuhan dalam keadaan mengenaskan. Takut, jijik, dan panik memenuhi benak Clear. Namun ketakutan akan bahaya yang mendekat dari belakang menghantuinya. Tanpa menghiraukan kelelahan yang membakar kedua kedua kakinya, dan fakta bahwa kakinya melesak sedalam mata kaki di lautan darah dan bongkahan daging, mereka berdua bersama orang yang tersisa melarikan diri menuju hutan.
Meski pun begitu ketakutan, Clear tak tau apa yang mengejarnya. Dengan sisa tenaganya, Clear mencoba melihat sekilas siapa pemburu maut tersebut. Dan betapa terkejutnya dia melihat begitu banyak prajurit berarmor hitam berparade sambil menembaki orang-orang. Ribuan mungkin. Mantel mereka berayun-ayun angkuh diterpa angin. Menatap sinis kepada setiap keberadaan mahluk hidup.
Ketika itu juga, salah seorang prajurit mengarahkan rifflenya kepada gerombolan. Clear memiliki firasat, peluru itu akan merobek tubuhnya dan pemuda disampingnya. Clear menggenjot tenaga terakhirnya agar secepat mungkin mendapat tempat berlindung di hutan. Tapi peluru itu lebih cepat. Suara berdesing dari kejauhan seakan berteriak meminta tumbal...
Dan segalanya berjalan lambat. Clear dapat melihat peluru itu dengan jelas, melaju membelah angin, menghujamnya dengan telak. Besi panas itu kini menembus dadanya dan ia pun jatuh berdebam ke tanah.
.............
.....................
Mata Clear terbelak. Nafasnya tersengal-sengal. Keringat dingin membasahi kemeja dan bantalnya. Rambut tipis menempel disekitar wajah. Perlu sedetik untuk menyadari semua yang dia lihat berupa mimpi, kini ia kembali ke kenyataan. Disadarinya dia berada di kamar asrama.
Sebutir air mata mengalir. Dia pun mengangis tak terkendali, tak peduli sekeras apa pun usahanya menghentikan itu. Lalu tiba-tiba saja, dasar perutnya bergejolak. Isinya berebut menggelak keluar. Tanpa mengunggu isi perutnya tumpah di kasur, Clear menerjang pintu kamar mandi dan muntah di kloset.
Yang keluar hanya berupa cairan pahit karena perutnya berlum diisi apa-apa sejak bangun di RSM. Rasanya sangat tidak enak. Isi perutnya terus berhambur keluar walau pun dia memohon untuk berhenti sementara lututnya gemetar hebat.
Beberapa menit kemudian Clear bisa menguasai dirinya. Membersihkan diri dan kembali berbaring di ranjang. Karena kemejanya sudah terlalu basah oleh keringat, Clear menanggalkan kemeja dan menarik selimut. Dia menggigil dibalik selimut. Butuh waktu 15 menit untuk membuat otaknya kembali bekerja.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Odio menampakan diri disamping ranjang Clear, yang nyaris membuat Clear melonjak kaget. Dia lupa kalau Odio selalu bersamanya. "... sama sekali enggak... rasanya aku mau muntah lagi..." Clear bergumam pelan "Sudah berapa lama aku tidur?" Sambungnya. "Sekitar seharian penuh. Kukira kau mati atau bagaimana. Waktu itu aku nyaris menghajar Archonmu," Jelas Odio dengan nada menyalahkan "dia bilang semua kan baik-baik saja. Nyatanya sekarang kau demam"
"Aku nggak demam. Cuma kedinginan" Clear tersenyum lemah "kupikir kamu dan Archon Denegan bisa cocok satu sama lain" Odio mendengus "Jangan harap. Sori lah yaw! Ogah wa sama dia..." Dia berkata "Lalu bagaimana? Ada yang kau ingat?" Clear terdiam. Cukup lama. Mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang dilihatnya. Sekali lagi dia merasa mual. Setengah menggeram, Clear berlari kecil menuju kamar mandi lagi.
Saat Clear kembali, Odio tak bersuara. Ada jeda sesaat sebelum Odio melanjutkan "Kalau kamu begitu kedinginan, kenapa tak kau pakai lagi bajumu itu? Aku rikuh melihatmu begitu"
"Kalau gitu jangan lihat. Lagian ini kan kamarku..." Clear bersungut pelan menuju lemari pakaian. Dia mengambil kaos dan jaket, bersiap-siap untuk pergi keluar. "Mau kemana?" Tanya Odio penasaran "Cari angin. Menjernihkan pikiran. Nanti kuceritakan semuanya kalau otak-ku sudah bisa berfungsi dengan normal"
Selasa, 17 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar