Selasa, 17 Maret 2009

FIRST VERSE: Ch 13: Bellato Empire and Clan War

Cora HQ. Lebih mirip kastil yang dipenuhi aura mistik dan sihir menggelak di tiap sudut. Lelaki dan wanita rupawan berseliweran hilir mudik. Ramai, namun tetap damai dan syahdu. Rata-rata orang menunduk ketika bertemu dengan rekannya. Markas Cora memang terlihat begitu memanjakan mata, kompleks dan indah. Menghilangkan penat setelah bertempur seharian.

Shireeka berjalan menuju kamarnya dengan langkah sedikit terhuyung "Lady Shireeka..." Ucap seorang pria muda dengan nada khawatir "anda terlihat kelelahan..." NoPerfect berkata dengan suara lembut, walau kaku. Shireeka menjawab ramah, meski kelelahan "Proses pemurnian memang menguras sedikit tenaga... Jangan khawatir NoPe... Aku akan segera pulih"

"Tapi, my lady...! Anda sudah menyembuhkan ratusan pejuang yang terluka, memperbarui Force penghalang, dan memurnikan Chronicle dua kali! Bagaimana saya tidak khawatir?" NoPerfect memprotes, Shireeka melambaikan tangannya untuk menghentikan ucapan NoPerfect dan menjawab lembut "Aku tak apa-apa, sungguh!"

NoPerfect akhirnya mengalah. Mereka berjalan memasuki kantor Shireeka. Ruangan ini, sama seperti bangunan Cora lainnya, kebanyakan menggunakan bahan utama kayu. Namun bukan kayu yang dipotong, melainkan pohon yang dibentuk. Sesekali diselingi metal, tapi tak seperti di markas Cora, kayu tetap mendominasi. Simbol force tersamar di setiap lekukan kayunya.

Kamar Shire berada tepat disebelah kantor, dihubungkan oleh pintu berukir dari kayu ek. NoPerfect berdiri didepan pintu lemari "Abrir" lemari rahasia terbuka ketika NoPerfect menyuarakan perintahnya, didalam pintu itu terdapat lorong yang dikanan kiri nya tergantung berbagai macam Chronicle dengan berbagai ukuran. Jumlahnya mencapai puluhan. Sedangkan lorong itu sendiri terbuat dari papan kayu yang disusun dan berdindingkan kayu pohon. Berada diterowongan itu seperti berada didalam pohon hidup.

Didalam terasa sejuk. Penerangan berupa obor mistis yang apinya hanya menyala jika ada yang memasukinya. Apinya berwarna hijau, berpendar pelan namun tak menguragi intensitas cahayanya yang relatif stabil. Bercak cahaya melayang tenang disekitar nyala apinya bagai kunang-kunang kecil.

NoPerfect dengan hati-hati meletakan Nature Tronc Vulcan dan Envenenar Flecha di slot yang ada. Dia berbisik pelan "Mai freden du skal finne..." kemudian dia mencium ujung punggung tangan kanannya dan meletakan di kening. Setelah melakukan itu dia menunduk kidmat dengan tangan kanan menekap sisi dada kiri.

Pintu lemari menutup di baliknya ketika dia melangkah keluar. Terlihat matanya Shireeka sedang memandangi luar jendela. Jemarinya yang kurus menyentuh permukaan kusen. Hati NoPerfect bagai tercabik, dia tau bahwa wanita itu buta. Apa pun yang dilihatnya mungkin berupa bayangan samar yang gelap. Wajah wanita itu terlihat sayu, khawatir, sedih, dan berduka. Timbul rasa melindungi yang aneh dalam dadanya. Begitu menyesakkan.

Dengan hati-hati dia bertanya "Maaf saya lancang... tapi... anda sedang memikirkan sesuatu, Lady Shireeka? Anda terlihat gundah..." Shireeka menoleh. Bibirnya yang tipis membentuk senyuman indah "Terimkasih NoPerfect... Kau perhatian sekali..." Wanita itu kembali menatap jendela "Aku memikirkan Envenenar tadi..."

NoPerfect memberanikan diri mendekati Shireeka, walaupun dirinya merasa begitu tak pantas. "Memikirkan, my lady?" Shireeka mendesah sedih "Ya... aku kasihan dengan Shadow itu. Dia di khianati Mistress nya sendiri... Aku jadi takut..." Shireeka kembali memandang NoPerfect, meski pun bola matanya tak sepenuhnya memandang mata pria itu "...kalau aku juga sudah menyusahkan dirimu... kalau kau merasa terkekang, tidak bebas, atau sudah lelah menjadi Gardien ku... bicaralah. Maka akan kubebaskan bebanmu"

NoPerfect menggeleng "Tidak, my lady! Sekali pun aku tak pernah merasa di repotkan oleh Lady Shireeka! Sungguh aku tulus menjadi Gardien anda!" Kata NoPerfect sungguh-sungguh, seakan bertekad meyakinkan Shireeka bahwa dirinya ada untuknya. Kini jarak antara dirinya dan Shireeka cuma 20 centi meter.

Senyum merekah diwajah sedih Shireeka "Terimakasih, sudah mau menjadi Gardien tuna netra sepertiku..." NoPerfect memandang lembut Shireeka "It's my duty, lady... and my desire in life..."

****

Clear melangkah dengan gontai menuju 'First Blood' Bar. Tempat kesayangannya untuk isi perut dan bikin janji. Bar ini memiliki berbagai macam jenis minuman yang aneh-aneh. Bahkan jamu pun mereka punya! Didepan bar, terpajang body MAU tua yang sudah tak di produksi lagi. Papan kayu yang menghitam dengan lumut dan kerak, bertuliskan First Blood Bar tergantung asal di atas pintu. Clear membuka pintu dan menjejakan kaki ke dalam bar. Pintu yang gerendelnya hampir copot dan tak menutup dengan baik itu selalu berderit ketika di buka. Sampai akhirnya pemilik bar ini menggantung bel diatas pintu untuk menyamarkan deritannya.

Ruangan ini di dekorasi seadanya. Simpel. Meja dan kursi terbuat dari kayu tua, desainnya tak begitu menawan. Bahkan meja-kursi itu terkesan dijejalkan di ruangan bar yang tak seberapa luas. Hanya menyisakan ruangan longgar untuk jalannya waitress. Ada stage di sisi ruangan, yang mana jarang dipakai karna jarang ada live music disini. Penerangan diandalkan pada lampu generator yang sudah usang. Ada Jukebox tua yang selalu mengalunkan musik dengan suara serak, mungkin terdengar seperti suara prajurit sekarat. Namun menambah kesan pada bar unik ini. Ketika Clear memasuki ruangan, Jukebox ini sedang memutar lagu 'Always' dari Bon Jovi.

Clear mengambil kursi di meja konter yang mana langsung di sambut si Bartender "Halo, Clear! Lesu amat lo hari ini?" sapa Leon, si bartender. "A lot of things happened..." Jawab Clear. Leon terkekeh "Sayangnya, kita nggak menjual alkohol untuk anak dibawah umur" Clear menimpali asal "He eh... sayang. Pesen Capucino deh..." Leon tersenyum jahil "Kok tumben? Biasanya kan kamu pesen teh ato jamu gitu" Clear tertawa lesu. Pikirannya terlalu kacau untuk menanggapi lelucon Leon. Lelaki Bellathean itu sepertinya menangkap mood Clear yang kurang bagus. Dia tak melanjutkan perbincangannya.

Sementara Leon sibuk, Clear berbincang dengan Odio via-telepati. Karena tak bisa menggambarkan cerita mimpinya dengan kata-kata, Clear menunjukannya dengan gambaran. Seperti video samar yang diputar ulang. Setelah melihat tayangan siaran ulang itu, Odio langsung diam total dan tak berkata apa-apa. Clear tak mendesak. Dia juga butuh waktu untuk menerima hal itu. Clear memberikan waktu bagi Odio untuk mencerna informasi yang dia dapat.

15 menit kemudian, Leon meluncurkan capucino. Clear pun ngobrol ringan dengan Leon sebentar. Tangan kanannya terasa agak gatal. Odio seperti ingin memberitahukan sesuatu. Akhirnya mereka sampai pada keputusan untuk tidak membahas masalah itu lebih lanjut. Tiba-tiba terdengar pintu pintu dibuka, namun Clear tak dipedulikannya, sampai dia mengetahui siapa yang masuk...

"Leon, biasa" Seekor Flem melompat duduk disebelah Clear. Clear bengong aja melihatnya. Monster pengumpul batu di markas aja sudah cukup aneh! Sekarang malah ada Flem yang menenteng Spadonna memasuki ruangan. Apa lagi flem ini memesan, setelah Leon membawa keluar pesanannya, sebuah Tequila dengan perasan lemon. Gila!!

Penampilan Flem itu cukup nyentrik. Dia memakai tas kecil yang isinya dipaksakan masuk. Tapi memang, Flem itu tak terlihat seperti Flem pada umumnya di depan markas Bellato. "Hi, Reaves, sibuk hari ini?" Sapa Leon sambil mengelap gelas basah. "Yah, gitu deh... Tugas ga kelar-kelar... Terpaksa keliling HQ-Solus-Anacaade deh... Cape..." Kata si Flem yang dipanggil Reaves sambil menyeruput Tequilanya.

"Noh, laporan minggu ini..." Kata si Flem menyerahkan selembar amplop. Leon menerima surat dan menyodorkan surat lainnya kepada Reaves. Clear menaikan sebelah alisnya. Seperti melihat dua informan saling bertukar informasi. Reaves memandangnya dengan penasaran "Ada apa mbak? Nggak pernah liat Flem minum di bar?" Clear menjawab jujur sambil mengerjapkan matanya yang sedikir berair "Baru pertama ini"

"Kalau begitu, kenalin, namaku Reaves! Walau pun aku Flem, tapi kemampuanku setara ma Berserker lo! Suwer!" Reaves melirik jam dinding "Eh, sudah, ya! Tugas memanggil" Flem itu pun menghabiskan sisa tequilanya sekali teguk. What the hell?? Kuat sekali... Setelah membayar, dia pun melesat keluar Bar.

"Flem yang aneh... Apa bar mu ini selalu kedatangan tamu-tamu seru gitu??" Tanya Clear. Leon tertawa "Gitu lah! Tapi jangan kau ejek Flem itu. Gitu-gitu dia sehabatku" Dari pembicaraannya dengan Leon, bisa diketahui Reaves ini mempunyai jaringan yang memungkinkannya melakukan perjalanan antar markas bangsa-bangsa. Reaves juga punya proyek rahasia. Wow, Flem itu lumayan. Jaringannya luas. Setelah berbincang, Leon kembali kedapur.

Diam lama. Baik Clear maupun Odio tak berkata. Gadis itu keasikan menikmati kopinya. Suasana kembali netral setelah Clear rileks kembali dan Odio mendapatkan semangatnya. Sampai akhirnya Odio menggeram pelan. "Dia bangsawan.... orang itu.... aku mencium bau bangsawan yang berkhianat...!" Clear paham, orang yang dimaksudkan Odio adalah Leon "Ikuti orang itu!! Aku ingin memastikannya..." Gadis itu meletakan gelasnya diatas meja sambil mendesah "Kurasa itu ide yang jelek... Disitu tertulis, 'Khusus Pegawai'... Kita bukan pegawai, Odio... kecuali kalau aku melamar perkejaan disini"

"Kenapa?! Hanya masuk saja! Biarkan aku mencicipi darahnya sedikit. Itu cuma prosedur singkat untuk mengetaui apakah dia orang yang kucari" Odio tak mau kalah, dia berusaha meyakinkan Clear untuk mengikuti rencananya. Clear mendesah "Prosedurmu itu agak tak biasa dan bisa mengundang kecurigaan... lagi pula..." Wajah Clear sedikit menegang. Odio merasakan kewaspadaan yang tiba-tiba dari gadis itu "Kita diawasi orang sendiri..."

Odio hendak buka suara, namun Clear memotong "Perhatikan orang disana..." Clear melirik orang yang berada di pojok ruangan. Seorang lelaki setengah baya yang membaca koran "Anacaade Express... Koran itu hanya terbit seminggu dua kali. dan terakhir kali aku ingat, terbit tiap hari selasa... which is, dua hari yang lalu. Padahal dia berlangganan Bellato Times, koran harian. Kenapa juga dia harus membawa Anacaade Express yang terbit dua hari lalu? Seingatku juga, Anacaade Express adalah koran ellite yang lingkup pemasarannya terbatas pada orang kaya atau patriot tingkat tinggi. Lagi pula... di Anacaade-lah, Twilight Shadow, Divisi Pengintaian, Intelegen, dan Markas Ranger berada..."

Clear menyeruput kopinya sedikit "Om itu juga sudah mengikuti kita sejak kita memasuki pertigaan daerah sini. Kulihat dia 'menunggu' kita sambil membaca koran yang berbeda" Clear tersenyum "Dari mana aku tau dia berlangganan Bellato Times? Lihat pulpen yang terselip di kemejanya? Itu hadiah limited edition bagi pelanggan setia Bellato Times"

"Lalu lihat kakek itu..." Kali ini Clear melirik kakek tukang bersih-bersih bar ini "Dia terlalu kuat untuk kakek seusianya... Orang tua jarang memegang tongkat pel seperti itu. Mereka cenderung mengerjakan pekerjaannya pelan-pelan. Dia terlalu cepat. Kakinya pernah ditembus peluru Bolt Riffle, 35 mm, di kaki kanan. Menurutku itu luka baru, terlihat dari cara berjalannya. Masak sih Archon Denegan kejam sekali menurunkan tua renta kedalam perang? Refleknya bagus ketika aku melihatnya menagkap tongkatnya yang tak sengaja jatuh tersenggol si waitress. Tangannya seperti tangan Infiltrator yang biasa membuat bom. Aku bisa mencium bau mesiu samar-samar di tubuhnya. Yang jadi pertanyaan... apa dia ini kakek beneran?"

"Dan waitress itu... Kacamatanya palsu. Aku tak melihat adanya bekas kacamata, untuk orang yang sering memakai kacamata, pasti ada bagian yang tak terkena matahari sehingga menimbulkan belang pada kulit. Cara berjalannya tidak seperti waitress yang cekatan, tapi seperti ranger yang sigap. Gerak-gerik matanya seperti sedang menerkam mangsa saja. Lagi pula, waitress tipe pemasak dan penyaji makanan yang baik selalu menguncir rapi rambutnya agar tidak mengganggu... Tapi rambutnya itu menutupi telinga. Mungkin untuk meyembunyikan alat komunikasinya? Siapa tau deh"

"Jadi, pikir dua kali sebelum kau bertindak, Odio. Di medan perang mungkin kau akan diintai musuh. Tapi di markas, kau diintai bangsamu sendiri" Kata Clear pelan pada Odio sambil menghabiskan kopinya. Odio mengerang pelan "Dan sejak kapan kau jadi Sherlock Holmes gitu, Clear? Kau membuatku takut saja..." Clear terkekeh "Sejak Archon Denegan membuka segel ingatanku... perlahan aku teringat pelajaran Agent Gwendolyne Haltoff. Orang pengintaian. Dia pengajarku waktu aku di akademi dulu" Clear kemudian menirukan pengajarnya itu " 'Selalu perhatikan keadaan sekitar. Keanehan sekecil apapun adalah petunjuk mata-mata sedang mengawasimu.' "

Clear mengeluarkan dompetnya, mengambil uang secukup untuk membayar pesanannya. Waitress itu mendekat "Terimakasih atas kunjungannya! Datang lagi lain kali!" Ucap si waitress ceria. Clear terhenti, kemudian dia nyengir jahil, dia memutuskan untuk memberi si waitress tip "Kalian level berapa sih? Apa kalian sudah lulus pelajaran Pengintaian di akademi?" Bisik Clear pelan. Sontak si waitress kaget "Sampaikan salamku pada cc Gwen, ya" Kata Clear menepuk pundak si waitress "Adios, espion!" Serunya di mulut pintu, melambaikan tangannya sambil berlalu.

Setelah Clear sudah tak terlihat lagi, si waitress mendesah "Ternyata dia lebih susah dari perkiraanku..." Pria setengah baya itu melepas kumisnya. Tampaklah dia masih muda, umur 21 tahunan "Hmm... Teliti juga dia..." Si kakek-kakek melepaskan wig dan jenggot palsunya "Kok dia bisa tau ya?"

Dari dalam, Leon keluar "Lo? Clear sudah pulang? He? kalian kok udah bongkar samaran gitu?" Ketiga mata-mata itu menunduk "Maafkan kami kk... dia sudah tau penyamaran kami..." Leon menyilangkan tangannya didada "Hmm, ya sudahlah... Nanti kuminta tolong Clowreedt... Lagi pula, siapa yang akan curiga pada seekor Chotty seperti dia?"

****

SilverDoom mendarat dengan kedua kaki metalnya. Portal Accretia berputar diatasnya sementara udara kering dan panas menyerbu sirkuit bagian dalam. Sette memang cocok untuk dijadikan tempat rusuh, hawanya begitu panas merangsang. Sekali kau bertarung di tempat ini, akan susah untuk berhenti.

Efek Stealth Charger ciptaannya sendiri bekerja dengan sukses, bahkan sesama Accretian tidak mengetahui keberadaannya. Optiknya menyusuri setiap inci sekitar portal, ketika kameranya menyapu atas tebing, dia segera menemukan apa yang dicarinya. Optimus terlihat membalas tatapan matanya dengan posisi tiarap, menghindari siapapun yang mungkin mengetahui posisinya, kecuali Doom.

Dengan susah payah Doom memanjat tebing batu tanpa peralatan memadai. Ditambah beban tas dan SI ML, akan susah sekali untuk mencapai puncak. Walau menggerutu, Doom tetap tak pantang menyerah. Akhirnya, tangan Doom berhasil menyentuh permukaan landai di puncak tebing. Optimus buru-buru membantunya naik keatas.

"Si4l4n kau, Opti! Nggak ada tempat yang lebih susah lagi buat ketemuan, ya??" Sindir Doom. "Yah, maaf! Hari ini Sette agak ramai. Aku tak mau terjadi keributan..." Optimus membela diri dengan menjabarkan keadaan. Doom mendengus "Yawda! Sekarang lu butuh apaan??"

"Jadi perantara untuk kita donk di Kekaisaran..." Kata Optimus to the point. Doom terkejut sampai optiknya membelak lebar "What the? Maksud?" Optimus menjelaskan "Yah, kita butuh seseorang untuk memberi taukan kabar-kabar dari Kekaisaran. Cuma Accretia yang sedikit alot mendekatinya... Tidak perlu sampai menjadi emisari atau melakukan pengintaian seperti intel, cukup memberi taukan ada kabar apa saja. Baik itu riil atau sekedar kabar burung"

"Dan kau mengharapkanku untuk menjadi perantara penyatuan tiga bangsa versimu itu?" Doom menggeleng "Entahlah, Opti. Kekaisaran begitu ketat sekarang. Aku saja, untuk bisa duduk dengan mu sekarang, harus menggunakan Stealth Charger dari markas... Setelah Rebirth, semua jadi agak kacau..." Doom mengeluarkan dua kaleng Root Beer dan menawarkannya pada Optimus. Mereka meneguk minuman itu sedikit sebelum melanjutkan "Setelah aku membawa mayat HellHound ke HQ, warchon Xziebertx terlihat begitu murka. Hampir saja aku diamuknya waktu itu. Kau tau, Accretia tidak seperti dulu lagi..."

"Jadi kau tak bersedia...?" Optimus menebak dengan kecewa "Yaa... gimana ya? Susah, Opti! Bukannya gue ga mau bantu lo..." Doom menjawab juga dengan nada sedih "Hm... aku harus bilang apa ke Tuan Raxion ya? Habis, satu-satunya Acc yang bisa kupercaya cuma kau, Doom..."

Doom serasa core nya disetrum. Adernalin mengaliri kabel-kabelnya ketika mendengar nama Raxion disebut. Menyuntikan energi tak terduga "R-Raxion??" Optimus meneguk Root Beernya dengan agak kaget "Iya... Lo, aku belum cerita kalau aku asistennya Tuan Raxion ya?" Kabel Doom menegang senang. Optiknya memancar terang "Bilang dong dari tadi yang minta Bos Raxion!!! Klo bos Raxion yang minta, apa pun wa jabanin deh!!" Seru Doom sambil mengacungkan SI ML nya.

"Oh! Jadi kamu mau?!" Optimus ikut bersorak "Aku tidak akan bertanya dari mana kamu tau Tuan Raxion, pasti nggak kamu jawab. Tapi aku berterimakasih kamu mau membantu kami!!" Doom tertawa "Bos Raxion itu idolaku, juga guruku... mana mungkin aku menolaknya?"

Akhirnya mereka sampai pada suatu kesepakatan. Setiap satu minggu, Doom dan Optimus akan bertemu untuk bertukar informasi. Kini SilverDoom bergabung dengan para Chronicle Seekers. Setelah menghabiskan satu krat Root Beer, mereka pun turun bukit dan berpencar sesuai tugas masing-masing.

Optimus berjalan menuruni bukit. Debu-debu berterbangan seperti sekawanan kabut yang menyerang mangsa. Setelah beberapa jauhnya, Optimus mendapati seekor Chotty berbulu perak tergeletak di atas pasir merah. "Hey! Oy Chotty!! Kamu nggak apa-apa?!" Optimus mendekati si Chotty. Chotty itu terengah-engah mengulurkan tangannya yang mungil "...a... air...air..."

Optimus merogoh tasnya. Mencari-cari apa yang bisa digunakan untuk meredakan dahaga si Chotyy itu. Tapi... Damn! accretia kan tak butuh air!! Kemudian tersentuh olehnya sebuah minuman kaleng. Bir Bintang.

"A-aku nggak punya air! Adanya ini..." Namun Chotty itu tak peduli dan meminumnya sampai habis.

"Wah! Terimakasih! Aku jadi segar kembali!!" Kata si Chotty bangkit "Kau adalah Accretia yang baik! Jarang aku menemui Accretia sepertimu!!" Optimus menggaruk belakang kepalanya "Er... Syukurlah kamu tidak apa-apa... Tapi, apa yang kau lakukan disini? Seingat memory cardku... Chotty habitatnya kan di Ether..."

Chotty itu bergoyang-goyang kepanasan "Aku butuh menggambar peta Sette! Aku juga baru pulang dari menggambar peta Haram dan Armory. Sekarang aku harus ke Bellato untuk menggambar Anacaade!" Dia menunjukan seperangkat alat gambar peta dan kertas hologramnya.

"Wow, pekerjaan Chotty berat juga, ya?" Optimus berkata. Si Chotty mengangguk bersemangat "Iya! Padahal dengan kemampuanku menyelidiki daerah lawan, aku bisa direkrut jadi intel lo!" Optimus tertawa "Haha, mungkin kau sebaiknya diet dulu..." Chotty itu ikut tertawa.

"Baiklah, Chotty, mau aku antar ke portal Bellato? Sette tempat rusuh, aku khawatir kau mungkin tak akan sampai portal Bellato tanpa bertemu dengan bangsa lain... Kau mangsa yang sangat empuk bagi orang iseng, Chotty..." Optimus menawarkan. Si Chotty bergerak kenan ke kiri, bulunya menari seirama. "Wah, terimakasih tuan Accretian!!" Optimus tertawa "Haha, panggil saja aku Optimus! Kau punya nama, Chotty?" Chotty itu menjawab dengan nada melengking yang riang "Namaku Grape S. Clowreedt, Optimus! Senang berkenalan denganmu!"

Mereka pun melakukan perjalanan menuju Portal Bellato. Sesekali menghindari kelompok patroli dari tiap-tiap bangsa. Sesekali Optimus membopong Clowreedt untuk kabur dari gerombolan perusuh. "Er, Optimus, kamu itu dewa ato cupu sih? Bawanya SI Hora Axe +5 tapi kok kabur mulu??" tanya Clowreedt blak-blakan. Optimus mendengus geli "Bukan dua-duanya. Banyak hal yang terjadi..."

"Apa, kamu jadi semacam Turn Coat gitu?" selidik Chotty. Optimus menggeleng "Bukan. Hanya terdapat masalah dengan perbedaan cara memandang dunia..." Clowreedt menimpali asal "Ow! Apakah kau optikmu mengalami sedikit kerusakan begitu? Lalu selama ini kau tinggal dimana? Adakah orang lain yang bersamamu? Apa kamu bergabung dengan bangsa lain yang melarikan diri??" Optimus memandang Clowreedt lekat-lekat "Hey! Apa aku merasakan Chotty ini menyelidikiku? Ooh, ada apa, 007??" Optimus menggoda Clowreedt. Si Chotty bergoyang-goyang lagi sambil tertawa "Haha, Chotty memiliki keingin tauan yang besar!"

Optimus dan Clowreedt cepat cocok satu sama lain. Mereka membicarakan banyak hal yang keluar topik dengan santainya. Tak terasa, mereka sudah sampai disekitar Portal Bellato. Optimus menghentikan langkahnya "Ya sudah, Clow... aku hanya bisa mengantar sampai sini. Aku nggak mau terlihat para penjaga Portal" Katanya kalem. Clow berkata "Ok deh! Makasih ya Opti!" Dia kemudian mengaduk-aduk isi tasnya dan mengeluarkan setumpuk peta "Nih, aku kasih! Makasih dah dianter ya. Jaga dirimu!"

"Kau juga, mahluk berbulu" Dengan susah payah, Optimus menerima peta-peta itu dan memasukannya ke tas. Diawasinya kepergian Chotty itu sampai menghilang di Portal. Rasanya sepi juga setelah itu. Berbincang dengan Chotty itu membuatnya senang. Namun, Optimus harus mengakui, Clowreedt lebih dari seekor Chotty. Dia merasakan sesuatu yang tersembunyi dari mahluk berbulu itu.

****

Perpustakaan Bellato.
Diarea ini, lebih didominasi oleh Spiritualist dan Specialist. Mereka rata-rata membaca buku sesuai mata jurusannya. Ruangan ini dilengkapi oleh pendingin ruangan yang memadai, walau pun mesin pendingin itu mengeluarkan bunyi mendengung yang cukup keras. Buku-buku dijejalkan di rak. Disusun berdasarkan jenisnya. Walau pun memang, beberapa buku berada tidak pada alamnya. Penerangan yang cukup dan suasana asik serta menunjang dari masing-masing individu, membuat siapa pun yang belajar atau membaca disini betah berlama-lama. Nampaknya, semua orang yang datang kesini telah beritikad untuk belajar dan membaca.

Eh, salah, tidak semua orang. Jangan lupa sama pasangan pemuda-pemudi yang sedang dimabuk cinta di pojok ruangan sana. Tertutup oleh buku, mereka saling bermesraan... Wa laporin ke penjaga perpus, yang mantan Berserker bawahannya Julian, baru tau rasa tuh pasangan tidak senonoh... Belum pernah coba in Pressure Bomb dengan SI Hora Sword mereka...

Clear berhenti di sebuah rak dengan kode sejarah. "Well? Apa yang akan kau lakukan, my vessel?" Tanya Odio. Clear menjawab sambil memilih-milih buku "Yah, aku ingin mengetahui sejarahmu... sejarah Clan Bellato" Odio mendengus "Sebaiknya jangan, deh... Untuk apa kamu melihat-lihat masa lalu? Pandanglah masa depanmu" Jari Clear berhenti di punggung buku berjudul 'History of Bellato Empire' saat Clear menjawab pertanyaan Odio "Yah, kamu kan sudah tau beberapa masa lalu ku. Aku ngga keberatan untuk tau masa lalu mu, kok"

"Lagi pula, ini perpustakaan. Siapa pun berhak mendapat ilmu dari gudang buku ini. Tapi motif utamanya, aku penasaran" Clear tertarik pada buku yang berjudul 'Clan War of the Past'. Akhirnya dia memutuskan untuk membawa beberapa buku sekaligus. Odio memandangi buku itu dengan sinis "Kau tak perlu melakukan ini... akan kuberitau kalau kau minta"

"Pasti ada yang kau sembunyikan... aku butuh fakta. Penjelasanmu sangat berdasarkan pendapat pribadi" Kilah Clear sambil membuka halaman awal 'History of Bellato Empire'. Odio kadang mengoceh atau mengomentari beberapa bab yang dirasa tak sesuai kejadian aslinya. Clear berhasil membuktikan, kalau orang dari masa lalu rata-rata agak cerewet. Odio berpendapat, bahwa buku ini sengaja dibelokan dari sejarah aslinya untuk menutupi aib clan tertentu, mengadu domba antar clan yang masih tersisa dengan cerita palsu, atau menyetir cara berpikir generasi baru.

Clear menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdiskusi dengan Odio. Dari apa yang didiskusikannya, Clear sampai pada suatu kesimpulan, ringkasan sejarah Bellato.

Dulu, sekitar berada-abad yang lalu, Bellato adalah bangsa yang berjaya. Sifatnya yang nyaris 100% mirip manusia membuat mereka menerjang segala aral melintang demi menguasai planet sekitar. Mereka ciptakan senjata mutakhir untuk melenyapkan penghalang. Sudah puluhan planet habis di ekploitasi bangsa ini, yang mana membuat Clear bergidik ngeri, atau hancur karena perang Bellato dengan bangsa asli planet tersebut. Bellato waktu itu berkoloni diatas Space Ship raksasa yang selalu mengorbit di planet jajahannya.

Di buai oleh kekayaan tujuh turunan, pejabat Bellato banyak yang korup. Terjadi kesenjangan sosial di masyarakatnya. Permusuhan antara si kaya dan si miskin, si yang berkuasa dan yang terlantar, semakin meruncing. Beberapa orang yang masih sehat hatinya membentuk barisan pemberontak pada pemerintahan koruptor. Orang-orang yang berpikiran bebas, tak peraturan semu, tak silau oleh harta, dan tak terlena jabatan. Ditengah gejolak ini, Bellato Empire menemui ajalnya...

Malang ketika mereka menyerang sebuah planet kecil, mereka kalah dalam adu senjata dengan bangsa penghuninya. Diketahui bahwa bangsa itu adalah bangsa robot ekso skeletal. Cikal bakal dari Accretia Empire. Keadaan berbalik. Space Ship koloni Bellato dibajak habis-habisan. Pejabatnya dibunuh, rakyatnya dijadikan budak. Accretia memanfaatkan sumber daya Bellato dengan baik, yang tak pernah dilakukan bangsa Bellato selama puluhan tahun masa kejayaannya, dan membentuk Empire baru. Bellato Empire yang perkasa sudah habis masa jaya nya dan tak pernah terdengar lagi selama berabad-abad kedepan.

Pasukan pemberontak yang berhasil melarikan diri, mencoba menyelamatkan temannya yang dijadikan budak. Hanya sedikit yang tersisa. Mereka kemudian mengumpulkan sisa-sisa tenaga untuk membangun bangsa persatuan baru dengan menghimpun segala daya dan upaya. Bangsa penemu yang bebas layaknya angin, memiliki pemikiran sederhana. Setelah beberapa abad, Bellato Union bangkit dari keterpurukan untuk melindungi Lost Technology dari bangsa lain.

Namun ternyata, pengkhianat ada dimana-mana. Bellato terdiri atas beberapa Clan, waktu itu. Beberapa dekade sebelum Union memasuki Novus dan berperang dengan Cora atau Accretia. Terjadi kegegeran antar Clan, atau disebut durgrimst. Ke empat Clan menyatakan saling perang. Para pemimpin Clan tersebut adalah Guerrero of the Solar Streak, Guarda of the Twilight Shadow, Sorciere of the Moonlight Luster, dan yang terakhir, yang paling netral, Neutre of the Daybreak Sparks. Ya, di jaman sekarang, nama-nama Clan itu dijadikan nama jurusan di akademi Bellato, serta nama divisi sesuai profesi.

Odio mengaku, dia adalah pangeran dari Clan Guerrero namun tetap mengajar di clan-clan lain yang membutuhkan bantuannya. Dia melakukan ini utnukmenghentikan perang antar clan yang membuat banyak orang menderita. Muridnya yang paling muda dan paling antusias dalam hal belalajar adalah Ell Dun Tanta dari Clan Neutre, Race Manager Bellato sekarang. Namun, disitulah letak kesalahannya.

Orang kepercayaan Odio mengkhianatinya dan melaporakan Odio sebagai pengkhianat. Odio di hujat habis-habisan atas idelalismenya untuk menyatukan semua Clan. Akhirnya perang antar Clan berlangsung saat dirinya dipenjara. Banyak yang tewas sia-sia dalam perang itu. Odio yang berhasil kabur dari penjara segera mengakomodasi orang-orang untuk berlindung ditempat yang aman. Semua pemimpin Clan mati. Menyisakan dia sebagai pewaris tunggal Union.

Tahun-tahun damai sempat dilewati Odio. Bahkan, dia sempat ikut memimpin Bellato untuk mendarat di Novus. Namun, waktu itu sudah berakhir. Odio di tusuk dari belakang oleh orangnya sendiri dan menaruh dendam kesumat yang cukup kuat untuk bisa tinggal di dalam Chronicle.

"Yah, beberapa survivor dari perang itu masih ada. Pastinya. Tapi kupastikan mereka tak bisa main-main lagi soal itu sekarang. Terutama jika Archonmu adalah orang yang hebat seperti yang kalian semua banggakan" Ucap Odio mengakhiri ceritanya. Clear termangu, "... durgrimstvren..." ucapnya pelan. Odio langsung beraksi "Apa?" Clear mengulangi perkataannya tak yakin "Durgrimstvren? Uh, tiba-tiba saja aku ingin mengucapkan itu... Apa ini ada artinya?"

"Itu artinya perang Clan! Itu adalah Ancient Words! Dari mana kau tau?" Odio ganti bertanya "Yah... anggap saja aku pernah membacanya disuatu tempat" Clear menjawab ragu. Mereka terdiam cukup lama sebelum Clear memecah kesunyian "Aku harus cepat-cepat mendapatkan kembali ingatanku..."

****

Setelah pertemuannya dengan Optimus, SilverDoom bagai teringat akan sesuatu. Sesuatu yang selalu membuntutinya jika dia sedang bersama Raxion. Diarahkan dengan segera kaki metal miliknya menuju Crag Mine.

Bulan bersinar terang nan syahdu. Cahaya pucatnya membuat ilusi pada objek yang terkena sinarnya. Bayangan yang merangkak membuat pemandangan jadi kontras. SilverDoom menikmati suasana sendu itu sambil terus berjalan. Disuatu tempat di CM, tersembunyi dari dunia luar. Doom berdiri "Sudah lama sekali ya, Raxion? Apa kamu masih ingat? Muridmu yang satu lagi..." Accretian itu berbisik pelan.

Ditengah kristal Holy Metal yang bersinar redup, terdapat nisan dari batu yang diukir seadanya. Sickle Knife yang sudah karatan menancap di belakang nisan tersebut.

Here lies in peace Clearlite.
Pupil of Raxion and rival of SilverDoom.
May your sacrifice be remembered by timeless flow.
Akh sartos oen durgrimst!

FIRST VERSE: Ch 12: Chronicle Seekers

Daratan Nadir.

Optimus mengendap pelan melewati sekelompok Cora basic yang dipandu 3 BK ellite untuk berburu Bulky Lunker. Tidak, dia tidak akan cari gara-gara dengan para Cora itu. Tujuannya bukan untuk menyerang lawan. Disandangnya sebuah tas dari kain lusuh selebar pohon muda dengan agak susah payah. Dengan langkah cepat namun berhati-hati, Optimus sampai di Reruntuhan Sette. Jemari besinya menyusuri dinding batu reruntuhan dan berhenti disebuah ceruk.

Optimus mengeluarkan sebuah kunci berukiran kuno dari tas dan menancapkannya di ceruk. Seketika batu disebelah Optimus meliuk-liuk membentuk pintu rahasia diiringi bunyi berderak. Tak ingin orang lain melihatnya, Optimus segera memasuki pintu itu dan menguncinya dari dalam.

Dibalik pintu batu Sette terdapat tangga menurun, curam dan licin. Didalam sana begitu gelap sehingga Optimus harus berjalan dengan mengandalkan infra red optiknya. Berjalan dikegelapan seperti itu merubah menit-menit menjadi berjam-jam. Kalajengking dan serangga kecil lainnya terkadang berseliweran diantara kaki Optimus. Namun dia tak memperdulikan hal tersebut. Serangga macam itu sama sekali tak mengancamnya. Dinding batu menggemakan kembali langkah kakinya dengan suara mengancam.

Disadari Optimus bahwa semakin kedalam, udara semakin dingin. Walau pun tak begitu dingin, namun udaranya itu begitu tak bersahabat. Seakan menolak penyusup dan menekan siapa pun yang datang. Melemahkan mental si penakut. Optimus mendapat perasaan bahwa dia di intai bayangannya sendiri. Sementara tas yang di sandangnya bergerak-gerak lemah. Apapun yang ada didalamnya menginginkan untuk segera keluar dari kain lapuk itu.

Akhirnya Optimus tiba didasar Reruntuhan. Sebuah lorong yang dibangun dengan atap tinggi. Disamping kanan-kirinya tergantung obor dari batu merah yang bersinar. Walaupun sudah dimakan waktu, ruangan itu masih bisa dibilang cukup kuat sampai beberapa milenium lagi. Optimus menghentikan langkahnya ketika melihat ada sosok lain menunggu di ujung lorong. Sosok tersebut mengenakan mantel kulit yang menutupi seluruh tubuhnya, menghadap pintu ganda yang beberapa meter jauh didarinya, terpasang di akhir lorong.

Dengan langkah pelan Optimus mendekat. Sosok itu masih membelakanginya. tanpa buang waktu lagi, Optimus berlutut dan menunduk dalam-dalam "Tuan Raxion..." Bisiknya penuh penghormatan. Sosok yang dipanggil Raxion itu berbalik, dari bayangan kerudungnya terlihat sepasang optik jernih berwarna biru terang. Keberadaannya menunjukan kekuatan dan kerendahan hati sekaligus.

"Berdirilah Optimus. Tak perlu formalitas... dan kau juga tak perlu memanggilku Tuan" Kata Raxion dengan tenang sambil menurunkan kerudungnya. Optimus segera berdiri dan mempersembahkan benda yang dari tadi disandangnya di punggung dengan menunduk. "Maafkan saya. Setelah 3 bulan mencari hanya bisa mendapatkan satu Chronicle saja..."

Raxion menerima tas itu dan mengeluarkan isinya. Terlihat sebuah senjata api berbentuk mirip Vulcan, hanya saja terdapat simbol aneh yang mengelilinginya dengan pola lingkaran, serta ranting dan sulur tanaman tumbuh membelit tangkainya "Nature Tronc Vulcan... Kerja bagus Optimus... aku tak menyangka kau bisa menemukannya dalam waktu hanya 3 bulan..." Raxion memperhatikan tiap lekukan di Chronicle tersebut dengan cermat dan kagum "...banyak yang butuh bertahun-tahun untuk mendapatkannya... Aku sendiri menghabiskan waktu setengah tahun untuk mencari sebuah anak panah..." Optimus merasa tersanjung, dia berkata dalam kerendahan hati "Terima kasih, Raxion, anda baik sekali..."

"Kau agak pemalu ya, Optimus?" Raxion mengeluarkan suara seperti terkekeh "Maaf telah merepotkanmu, dan terima kasih sudah mau membantuku mencari Chronicles ini. Sekarang, sudah saatnya bagimu untuk mengetahui dengan siapa saja aku berkerja sama--"

Nature Tronc Vulcan itu tiba-tiba 'menggeram'. Perlahan sulur tanaman yang membelit tubuhnya merayapi tangan Raxion dan membelenggunya kuat-kuat. Optik Optimus mengecil fokus. Dia menyentuh tangkai kapaknya, bersiap menghadapi apapun dari Chronicle itu. Tapi Raxion tenang-tenang saja. Tak terlihat sedikit pun kekhawatiran ataupun keterkejutan. Dengan kalem, Raxion berkata,

"Calmar..." Dan sulur itu pun berhenti, namun tetap bergerak-gerak gelisah "Revelan, Nature Tronc Vulcan" Sulur tersebut tertarik kembali kedalam Vulcan diikuti cahaya merah terang yang mendesak warna hijau gelap Vulcan keluar dari cangkangnya. Sesosok transparan terlihat melangkah mundur dari hadapan Raxion. Tubuhnya dipenuhi aura hijau gelap berhiaskan tanaman rambat. Wanita dengan tubuh indah, tinggi semampai. Rambutnya yang pirang gelap selembut sutra menutupi separuh matanya dengan anggun, tertahan di pundaknya yang mungil sebelum meluncur lembut sampai pinggang.

Wanita Corite itu menatap Raxion dengan tatapan berhati-hati. Bersiaga. "Tenanglah, aku tidak akan menyakitimu, Nona" Kata Raxion kalem menjawab kewaspadaan shadow itu. Si Shadow tidak menurunkan kewaspadaannya. Tapi Raxion tak merasa terganggu "Turunkan kewaspadaanmu, Nona shadow. Itu sama sekali tidak perlu"

"Kau... kalian Accretian..." Kata si shadow setelah diam cukup lama "Accretian selalu haus kekuasaan. Aku tak percaya pada bangsa robot" Raxion 'tersenyum' "Kalau begitu, bisakah kau percaya pada kami kalau yang mengatakan bangsa Cora?"

Mata shadow itu terbelak. Walau pun terkejut dan marah, dia tetap bisa mengendalikan emosinya tanpa merusak gestur tubuhnya. Sebagaimana tipikal wanita sopan bangsa Cora. "Apa maksudmu?" Tanya Sang Shadow tegas dan menusuk. Raxion mendekat, tentu saja si Shadow langsung menjauh. Namun kemudian Raxion mengulurkan Nature Tronc kepada si Corite.

"Kalau kau masih tak percaya, kau bisa memegang senjatamu. Dengan begitu kau bisa mempertahankan dirimu kalau kami menyerangmu. Walau pun, sungguh, kamu tidak mempunyai niat itu sama sekali" Raxion melanjutkan "Kami ingin anda ikut dengan kami sebentar"

Dengan kecurigaan, Shadow itu mengambil Nature Tronc dan memosisikan senjatanya dengan sedikit terburu-buru. Optimus bergumam kagum dalam hati melihat ketenangan Raxion dalam 'menjinakan' Chronicle itu. Dia teringat bagaimana awal dirinya menemukan Chronicle itu dan proses 'pengepakan'nya untuk dibawa kemari. Prosesornya terbakar karena malu. Cara yang dilakukannya agak lebih... kurang senonoh, dibandingkan dengan cara Raxion.

Mereka berjalan menyongsong pintu ganda di ujung lorong tersebut, dengan catatan, si Shadow menolak berjalan di depan dan memilih mengawasi dari belakang. Walau pun itu melanggar etis 'lady's first'. "Maafkan saya..." Gumam Optimus pelan pada Raxion "Kenapa harus minta maaf?" tanya Raxion heran "Untuk mendapatkannya, saya melakukan cara yang kurang layak... mungkin itulah penyebabnya dia tak percaya pada anda, tuan..." Ucapnya lirih dengan kepala menunduk malu "... aku sudah menyusahkan anda..."

Raxion tertawa pelan "Lalu untuk apa kau meminta maaf padaku? Kalau kau merasa bersalah, minta maaflah pada Shadow itu" Optimus langsung memikirkan kata-kata apa yang akan di ucapkannya. Setelah merangkai kata yang cukup, layak, menurutnya, dia membalikan badan menghadap Shadow itu.

Namun si Shadow memberikan tatapan dingin sambil mengarahkan Vulcannya kepada Optimus. Bibirnya melengkung tak suka. Teori bahwa Cora itu pemaaf dengan pengecualian terbukti kebenarannya. Optimus menggaruk bagian belakang kepala metalnya. Hanya kebiasaan kalau dia merasa salting waktu jadi manusia. "Uh, mungkin nanti saja kalau dia sudah tenang" Raxion menambahkan dengan buru-buru begitu melihat situasinya.

"Beri tau aku, Optimus. Apa yang sebenarnya kau lakukan waktu itu?" Tanya Raxion dengan nada penasaran. Lagi-lagi Optimus menggaruk belakang kepalanya. "Waktu itu saya menemukannya di Rawa Sunyi, terkubur di bawah lumpur. Mungkin dia sedang dorman, karena dia tak mencoba 'menyusupi' saya sama sekali. S-saya paling tak suka melihat senjata dalam kondisi tak layak. Ma-maka dari itu saya..." Optimus berhenti sebentar, sedikit melirik kebelakang "Saya mencoba membersihkannya dan mulai mepreteli pelindung Vulcan, seperti prosedur biasa untuk membersihkan senjata..."

Kalau Optimus masih berupa mahluk berdaging, wajahnya pasti merah padam "Tepat pada saat saya sudah mempreteli pelindungnya hingga yang ada berupa rangka utamanya saja. Tiba-tiba saja sosok Vulcan itu menampakan dirinya, bangkit dari dormannya, untuk merasuki saya" Perkataan Optimus selanjutnya bervolume lebih pelan "S-saya tidak tau kalau dengan membuka pelindung Vulcan bisa mempengaruhi tampilan Shadownya..."

Raxion tertawa geli. Optimus bisa merasakan tatapan Shadow itu melubangi punggungnya. "Lalu, apa yang kau lakukan setelahnya?" Tanya Raxion susah payah mengendalikan audio prosesornya "S-saya sempat terpana. Dan Shadow itu baru sadar setelah melihat pelindung Vulcannya yang tergeletak di tanah terpisah dari badan utamanya... U-untungnya saya berhasil membawanya kemari tanpa ada yang terluka, uh, berat... somehow..."

"Wah, kalau begitu kejadiannya, sepertinya aku tak bisa membantumu banyak, Optimus" Raxion 'tersenyum' geli sambil menepuk pundak Optimus, Optimus hanya bisa mencelos "Well, good luck on that!" Tambah Raxion riang.

Mereka tiba didepan pintu ganda. Pintu itu kelihatan kokoh, berdiri tegak dengan gagahnya. Pintu yang mengisyaratkan bahwa apapun yang datang mendobraknya, sekali pun MAU tercanggih atau sarana lain, dia tetap bediri tegak membatasi lorong ini dengan ruangan yang ada didalamnya.

Raxion membelai daun pintunya dan berbisik pelan "Grant me your permission as... your guest. Abrir!" Serabut cahaya merah terang menjalar di permukaan pintu dengan menyeluruh. Pintu pun terbuka perlahan diiringi suara bergemuruh. Ternyata di balik pintu tersebut terdapat ruangan bundar dengan struktur mirip ruang briefing. Kursi dari batu mengelilingi meja batu bundar yang berukir. Lantainya dari marmer. Di dinding dan atap yang tinggi terlukis oleh arang hitam simbol-simbol kuno.

Batu merah tetap menghiasi dinding. Batu bersinar itu juga berada di tengah meja yang menjadi pusat ruangan tersebut. Letak batu tersebut tertanam di ceruk bundar dan disangga tiang berukir. Tiap batu memancarkan nuansa eksotis. Dan di salah satu kursi mewah itu duduk seorang wanita yang dijaga oleh pria bertubuh tinggi.

"Ah, akhirnya kau datang juga, Tuan Raxion" sapa wanita itu lembut. Tak diragukan lagi kalau wanita itu Corite. Rambutnya hitam sepanjang punggung, sebagian menutupi mata kiri. Setengah rambutnya di gelung berhiaskan tusuk konde yang indah. Matanya sayu berwarna merah gelap dan gerak tubuh yang lembut. Kepribadian yang kalem, penuh kesopanan, menjaga tata krama, dan menjunjung tinggi kehormatan. Kulitnya putih seperti salju murni Ether.

Sedangkan pria yang berdiri tegap di belakangnya memakai seragam Black Knight level tinggi. Perawakan keras namun dingin. Rambutnya di kucir sekedar agar tak mengganggunya di saat bertarung. Matanya menatap dingin namun waspada. Wajahnya nampak muram. Namun dari pancaran matanya menunjukan bahwa dia rela membuang nyawa dan angkat perisai untuk melindungi majikannya. Optimus sempat ragu, apakah dia ini mahluk hidup atau patung, karena dia sama sekali tak kelihatan ada gerakan.

"Maaf membuat anda menunggu, Nona Shireeka" Kata Raxion sambil memberi hormat ala Cora. Optimus membebek saja apa yang dilakukan Raxion. Shadow yang tadinya berada di paling belakang segera maju kedepan dan memberi hormat "Your highness!"

"Sudah, tak perlu formalitas. Kalian semua" Kata Shireeka kalem "Silahkan duduk dulu, Tuan Raxion, dan..." Shireeka menoleh pada Optimus, dengan segera Optimus menjawab "Optimus Prime" Shireeka mengangguk dengan senyuman "Tuan Optimus. Silahkan! Silahkan duduk" Tangannya melambai pada kursi-kursi kosong disebelahnya "Lalu kamu, Nona Shadow, sini duduk dekatku" Raxion segera mengambil tempat duduk berseberangan dengan Shireeka. Optimus disebelahnya, berhadapan dengan si Shadow yang tetap mempertahankan tatapan dingin menusuk padanya.

"Bagaimana kabar anda, Nona Shire?" Raxion mengawali pembicaraan "Saya baik-baik saja, Tuan. NoPerfect ini selalu menjaga saya sampai hal yang sepele" Shireeka melirik NoPerfect dengan senyum riang "dia teman yang baik. Cuma agak pemalu" NoPerfect bergerak pelan. Namun tak menunjukan perubahan ekspresi yang signifikan. wanita itu melanjutkan "Bagaimana dengan kabar anda sendiri, Tuan? Baik tentunya, saya harap?"

"Sangat baik. Fakta bahwa sekarang saya mempunyai asisten dalam mencari Chronicle yang hilang membuat hari-hari saya lebih menyenangkan dan mudah" Raxion menepuk punggung Optimus. Yang lagi-lagi membuat Accretian itu menggaruk belakang kepalanya.

"Oh my, aku bisa tau bahwa dia orang yang baik Tuan Raxion. Anda beruntung mempunyai asisten jujur dan gigih sepertinya" Shireeka memuji "Memang," Raxion mengiyakan dengan nada riang "dia sangat membantu" Optimus merasa sirkuitnya meleleh, dengan tertunduk dia menyangkal "Terimakasih... Anda semua terlalu memuji..."

"Baiklah, sudah cukup basa basinya... Nona Shireeka... seperti biasa. Saya datang membawa dua Chronicle. Satu ditemukan oleh Optimus, Shadownya sedang duduk disebelah anda sekarang, satu lagi..." Raxion berdiri dan mengeluarkan sesuatu dari jubahnya. Sebuah anak panah yang dirantai oleh baja berwarna hitam. Panjangnya setengah meter dan memiliki lekukan-lekukan aneh dan mengerikan. Di bagian mata anak panahnya terlihat sangat tajam, bahkan mampu merobek armor warrior level tinggi sekalipun. Anak panah itu mengeluarkan aura beracun yang mematikan.

"Envenenar Flecha... Ini cukup berbahaya, Tuan Raxion... Anak panah ini bisa menyebarkan racun dalam radius 100 meter dan melubangi armor Black MAU..." Shireeka menyentuh ujung-ujung Envenenar. Seketika panah itu meraung dan bergetar. NoPerfect bersiaga. Begitu juga dengan Optimus dan Shadow Nature Tronc "Jika digunakan bersamaan dengan Panah, pasti akan menghasilkan sesuatu yang mengerikan..." Lanjut Shireeka.

Anak panah itu tetap meraung. Tubuhnya mengeluarkan aura ungu tua "Calmar!" Seru Shireeka, raungan itu berubah menjadi geraman pelan "Revelan, Envenenar Flecha!" dari tangan Shireeka keluar cahaya hijau lembut yang menyelubungi aura ungu tua milik Envenenar. Sesosok bayangan meloncat keluar dari Envenenar dan meraung-raung seperti orang kesetanan.

"Calmarse Envenenar!!" Teriak Raxion mengatasi ulah Shadow anyar itu. Shadow itu langsung diam, namun wajahnya menghina semua yang ada disitu. Sepertinya dia seorang Cora, namun wajahnya terdapat banyak cacat, badannya melepuh dibeberapa bagian. Matanya menatap beringas, bibirnya melengkung buas. "Mau apa kalian mahluk rendah?!!" Bentak si Shadow.

"Kami disini untuk membantumu Envenenar. Turunkan kekuatanmu" Ucap Shireeka tegas dan kalem. "Bantuan?! Bantuan?!" Si shadow itu tertawa sinting. Baik Optimus dan NoPerfect bersiap menjaga majikan masing-masing. Sedangkan Nature Tronc menyipit jijik kepada mahluk sejenisnya. "Satu-satunya bantuan yang bisa kau berikan adalah melepaskanku, wanita jalang!! Sebelum wajah cantikmu kulepuhkan dengan racunku"

NoPerfect menghunuskan SI Cycle Knifenya ke tenggorokan si Shadow "Sekali lagi kau menghina Nona Shireeka, akan kurobek mulut busukmu itu dan memotongmu sampai satuan terkecil!" Wajah NoPerfect yang tidak berekspresi berubah menjadi serigala malam yang bersiap mencabik mangsanya. Amarah menggelak darinya. "NoPerfect!" Shireeka menegur NoPerfect. Envenenar menghina Shireeka, itu sudah jelas. Kendati demikian, wanita terhormat itu sama sekali tak menunjukan amarah.

Dengan enggan NoPerfect menurunkan pedangnya "Dia menghinamu, Nona... aku..." Shireeka mendesah "Kau harus bisa lebih mengendalikan dirimu, NoPe..." NoPerfect tertunduk malu "Maafkan hamba"

Optimus berpikir dalam hati. Kadang-kadang NoPerfect lebih terlihat seperti budak. Bukan karna perlakuan Shireeka. Tapi lebih karna kefanatikannya pada wanita ini. Optimus jadi berpikir, apakah semua Cora memiliki kesetiaan yang berlebihan seperti ini? Kemudian dia teringat Nature Tronc dan Envenenar. Mungkin terkadang Corite memang berlebihan (kayak bangsa laen nggak ada yang lebay aja... -_-")

"Biarkan aku yang menghadapi ini..." Kata Shireeka kalem. Envenenar mencibir "Hoo, klasik... pengabdian pengawal pada majikannya... Ha! Lebih mirip seperti hewan peliharaan dan pemiliknya! Kau cuma belum tau bahwa kamu hanya dimafaatkan, Black Knight. Dia akan membuangmu setelah selesai denganmu. Apa lagi wanita 'cantik' sepertinya, pasti mudah menjerat lelaki lain. Kau tidak lebih dari 4nj1ng peliharaan" Tangan NoPerfect mengepal. Terlihat jelas dia tersinggung. Namun tak berani berkata karna teguran Shireeka tadi.

Shireeka berdiri dari kursinya "NoPerfect bukan budak saya. Tolong jangan pernah menganggapnya begitu, apalagi merendahkannya. Saya ingatkan... Saya di beri jabatan Wakil Archon Tim Pertahanan bukan tanpa apa-apa... Kalau anda merendahkan, menghinanya, atau siapa pun yang ada disini lagi, saya sendiri yang akan turun tangan mengajari anda sopan santun. I meant it" Tegur Shireeka sopan, namun mengancam tegas "Sekarang, silahkan anda tenang"

Envenenar terdiam. Jelas dia terpukul mundur. Dia begitu marah, namun tak berani membalas. Nampaknya fakta bahwa Shireeka seorang Ketua Tim Pertahanan membuat Envenenar ciut juga. Nampaknya dia cukup bijaksana untuk tidak cari masalah, walaupun, tetap saja dia menggerutu.

"Saya benar-benar ingin membantu anda, Tuan Shadow. Kami semua yang ada disini ingin membantu anda. Anda masih tinggal di dunia ini setelah anda mati, pasti ada penyebabnya. Kami ingin membantu anda menuntaskan keinginan anda yang tak tersampaikan" Jelas Shireeka. Envenenar mendengus "Apa maksudmu? Aku cuma ingin tinggal lebih lama disini. Hidup kekal bukan ide yang buruk. Sekalipun sebagai penghuni Chronicle. Lagipula aku bisa dapat hiburan gratis dari orang-orang yang menginginkan kekuatanku," Envenenar tertawa "orang-orang bodoh itu bisa kupermainkan sesuka hati sebelum kubunuh"

"Benar-benar bajingan lemah mereka! Apa pun yang kukatakan selalu dipenuhi! Bahkan membunuh atau memperkosa temannya sendiri dilakukan!! Mereka tidak sadar kalau kubuat mati perlahan dari dalam. Ujung-ujungnya mereka saling bunuh. Aku bahkan tak perlu memberikan seperempat dari kekuatanku! Hahaha!!!"

"Kau sinting! Kau menjijikan!" Umpat Nature Tronc. Agaknya dia begitu terintimidasi oleh perkataan Envenenar. Sebagai sesama Shadow, dan sesama Cora, dia merasa malu pada Lady Shireeka. "Munafik! Kau sendiri juga begitu kan? Apa coba alasanmu masih tinggal didunia ini??" Ucap Envenenar sambil mengacungkan jarinya. "Itu bukan urusanmu!! Yang jelas, aku tak pernah melakukan hal biadab seperti yang kau lakukan!!" Nature Tronc terbawa emosi, sulur yang menjalari tubuhnya menegak, siap menerjang Envenenar "Harusnya kau malu! Oh Decem, kenapa kau ciptakan mahluk seperti dia? Kau bahkan tak pantas menjadi Cora!!" Nature menambahkan dengan nada sebal.

"Tak pantas jadi Cora hah? Siapa bilang aku senang jadi Cora?! Lebih baik aku jadi Accretia yang tak berhati!!" Bentak Envenenar. Optimus menyernyit, kalau punya lekuk wajah. Dia sudah menduga,dan tau sepenuhnya, kalau bangsa lain sering kali salah mengartikan Accretia sebagai bangsa robot tak berhati atau pun emosi. Itu sama sekali tidak benar. Optimus hendak mengutarakan sangkalannya kepada Envenenar, tapi Taxion mencegahnya "Biarkan saja... Nanti dia mengerti sendiri kalau kita, bangsa Accretia, juga bisa mencinta dan membenci... Untuk sekarang, biarkan Shireeka menangani ini..."

"Decem? Omong kosong macam apa Decem itu?! Dia bahkan tak nyata!!" Envenenar mulai berkoar lagi "Kau!! Jaga mulutmu!!" NoPerfect membentak. Itu tak menyurutkan Envenenar "Aku benar kan?! Nyatanya, dimana Decem ketika Cora mengalami wabah dan paceklik? Dimana Decem saat Cora tertindas bangsa lain?? Dimana Decem saat party ku dibakar Bellato di Volcano Cauldron selama 7 hari penuh?? Dimana Decem ketika aku dalam kesusahan?! Dimana Decem selama 24 tahun aku disiksa oleh bangsaku sendiri?!!"

"Dan kau!!" Envenenar menunjuk Shireeka "Aku tak sudi di perintah perempuan macam kau!! Go ahead and kill me if you like! Setelah kupikir-pikir lebih baik menghilang dari dunia ini selamanya dari pada diatur oleh pelacur macam kau!! Orang yang hanya bisa memperalat penjaganya"

"Silencio" Shireeka berkata pelan. Seketika suara Envenenar hilang. Namun Shireeka tak berbuat lebih jauh, dia kembali duduk kekursinya dan mendesah "Jadi itu masalahmu? Kau punya kenangan buruk dengan orang yang kau jaga... Oleh seorang Mistress, ya?" Shireeka melanjutkan pelan. Envenenar sedikit kaget, namun tak bersuara oleh mantra yang diikat Shireeka "Nampaknya hal itu membuatmu membencinya. Kau terlalu menyayanginya, tapi dia menyia-nyiakan kepercayaanmu... Orang macam apa dia? Menyakiti Guardiannya sendiri..."

"... honradez, jawab pertanyaanku dengan jujur. Sebab kata kuno ini mengikat lidahmu dari kebohongan." Ucap Shireeka dengan nada tegas "Apakah itu yang kau inginkan? Membalas dendam-mu pada si Mistress itu?" Envenenar mencoba untuk diam, tapi mulutnya berbicara sendiri "... aku sudah membunuhnya, ratusan kali di anganku... hanya saja aku tak sampai hati untuk menjadikannya kenyataan"

"Lalu apa tujuanmu menghuni Chronicle?" Shireeka bertanya dalam nada lebih lembut kali ini. Envenenar menekap mulutnya, berusaha menghentikan kata-kata yang keluar dari mulutnya, dan di pastikan, gagal total "Tidak tau... sejak aku mati dan menghinggapi Chronicle, aku mencarinya untuk balas dendam... namun yang kutemukan hanyalah makam. Dia sudah mati. Kehilangan tujuan, aku melampiaskan dendamku pada orang-orang tolol pencari kepuasan instan"

Optimus tertegun, Ternyata kekuatan Ancient Words bisa membuka rahasia tergelap kita! Dalam hati dia mulai bertanya-tanya apakah semua orang bisa menggunakan bahasa itu. Raxion membaca pikiran Optimus, dia menghubungi Optimus via-whisp "Aku tau apa yang kau pikirkan... Kekuatan ini memang mengerikan sekaligus hebat. Namun tak semua orang bisa menggunakannya. Jadi kau tenang saja, ini bukan hal yang umum"

Setelah mendengar pengakuan Envenenar, Shireeka melepaskan belenggu sihirnya. Envenenar terduduk dilantai dengan muka tertunduk. Kesal, marah, jengkel, sekaligus lega dan ringan karena telah mengungkap ganjalan hatinya selama bertahun-tahun "... si4l..." umpatnya pelan. Shireeka berlutut disamping Envenenar "Kau telah melewati banyak hal... Aku bisa membantumu untuk pergi ke dunia sana... jika kau mau"

Envenenar menggeleng "Sebagian diriku yakin wanita jalang itu masih hidup di suatu tempat. sebelum aku benar-benar yakin dia sudah mati, aku tak mau pergi dari dunia ini. Sekali pun untuk memastikan kebenarannya harus dengan membongkar ribuan kuburan"

"Kalau begitu," Shireeka tersenyum "Bersediakah kau mengadakan kerja sama? Aku akan mencarikan vessel yang tepat untuk mu. Lalu kau membantunya untuk tujuan kami. Tapi ingat, vessel pilihan kami sangat berharga, tolong jangan di sia-siakan" Envenenar terdiam, masih agak shock sebelum dia menjawab asal "Yah, terserah kaulah"

Shireeka berdiri. Dia menutuo kedua matanya, berkonsentrasi. Kedua tangannya sedikit terbentang kesisi badannya. Simbol sihir terbentuk dibawah kakinya berpijak. Dengan khidmad, Shireeka berucap "Valyti..."

Envenenar berubah menjadi sebuah anak panah lagi. Namun desainnya lebih manusiawi dan tak menebarkan hawa meracuni. Paling tidak untuk siapa pun yang akan menjadi vesselnya. Shireeka mengambil panah itu dan menguraikan partikelnya hingga muat dalam tasnya yang kecil. wanita itu kemudian berpaling pada Nature Tronc. "Lalu, ada yang bisa kubantu, Nona Shadow? Apa keinginanmu yang tertunda?" Tanyanya lembut.

Nature Tronc menjukan sikap rendah diri "Sungguh, your highness, saya tak pantas mendapat perlakuan yang begitu baik dari anda... Tapi, satu hal yang membuat saya tak bisa meninggalkan dunia ini adalah..." Sejenak Nature terlihat bimbang "Saya tak bisa meninggalkan dunia fana ini sebelum saya melihat Yggdrasil berbunga..."

"Oh? Kenapa kamu sangat ingin melihatnya?" Tanya Shireeka sekali lagi "Karena saya sudah membuat janji dengan seseorang untuk melihat bunganya mekar bersama-sama... Dulu kami sering mengikuti festival dan peringatan musikal di Yggdrasil untuk membuatnya tumbuh... Bolehkah? Lady Shire?" Jawab Nature Tronc malu-malu. Shireeka tertawa renyah "Tentu saja boleh! Malah, aku juga ingin melihatnya berbunga..."

Nature Tronc membungkuk "Terima kasih, Lady Shire! Terima kasih!" Kemudian Shireeka melakukan proses purifikasi kepada Nature Tronc juga. Setelah berbincang sebentar dengan Raxion, Shireeka berpamitan. Dia sebenarnya sempat mengajukan tawaran untuk menteleport, namun Raxion dengan halus menolaknya. Semua Chronicle diperceyakan pada Shireeka. Sementara Corite pergi dengan Decem Gate, para Accretian kembali menaiki tangga untuk keluar dari reruntuhan. Optimus memutuskan untuk membuka pembicaraan "Maaf, Tuan Raxion, siapa wanita itu?"

Raxion menjawab santai "Dia adalah Lady Shireeka Raudona... Atau lebih dikenal sebagai Crimson Shire. Seperti yang kau tau, dia wanita terhormat dari keluarga bangsawan. Mungkin kau mendengar istilah Mistress tadi. Itu adalah sebutan untuk wanita bangsawan yang mendapat berkat dari Decem. Setiap Mistress biasanya mempunyai dua atau lebih Pelindung. Oh, dia juga seorang Ketua Tim Pertahanan dengan job Dark Priest"

"Crimson?" Ulang Optimus tak paham "Apakah dijuluki begitu karena warna matanya?" Raxion menggelengkan kepala "Oh, tidak... There's more to her than meets the eye. Sebaiknya kau tak berharap melihat alasan kenapa dia dijuluki Crimson. Karena pada saat itu, hanya sedikit saksi mata yang selamat"

Optimus terdiam. Kemudian dia berkata "Lalu, apa langkah kita selanjutnya, Tuan Raxion?" Raxion menjawab pelan setelah berpikir sejenak "Sebaiknya tetap pada mencari Chronicle yang hilang. Sebelum keduluan Herodian. Lalu, jangan panggil aku Tuan lagi, Opti... itu membuatku merinding..."

"M-maaf, tu--maksud saya, Raxion" Optimus segera meralat. "Tidak apa-apa" sedetik kemudian Raxion bagai menyadari sesuatu "Oh, ya Optimus. Kau punya teman yang bisa diandalkan untuk jadi mata-mata di Accretia?" Optimus mengecilkan optik "Saya tidak mempunyai cukup banyak teman sewaktu di Empire... Tapi saya kenal satu orang yang mungkin bisa membantu..."

Optimus melanjutkan "Scientist. Namanya SilverDoom. Meski pun dia masih gemar membantai monster, tapi nafsunya untuk membunuh bangsa lain sudah berkurang drastis. Kurasa dia cukup aman diberi tugas ini... akan kucoba apakah aku bisa meyakinkannya"

"SilverDoom... namanya mengingatkanku pada Striker yang cukup terkenal dulu..." Raxion menerawang sekilas "Baiklah, tolong kau hubungi temanmu itu ya" Optimus memberi hormat pada Raxion "Affirmative, sir!"

"kalau begitu, aku minta tolong padamu, ya Optimus" Kata Raxion mantab memberi semangat pada Accretian muda itu. Akhirnya mereka tiba di dalam reruntuhan atas. Raxion pergi kearah Volcano Cauldron. Sementara Optimus pergi kearah koloni Accretia...

****
Accretian HQ.
Udara yang panas membakar di koloni ini sama sekali tak mempengaruhi aktifitas para metal berjalan. Disudut markas yang sangat besar itu, terlihat seorang Acc dengan armor ranger lv 37-an mengendap-endap menuju sebuah klinik reparasi. Di bawanya sebuah tas besar. Setelah dengan sukses masuk kedalam klinik reparasi, dengan hati-hati dia meletakan tas tersebut di storage.

"Gimana kak? Udah selesai?" Suara tanya itu datang tiba-tiba membuat si pengendap-endap melompat 20 cm keudara "Sialan kau Frey!! Kukira siapa tadi!!" Kata si acc itu dengan marah-marah. Frey, atau Freygon, atau kode: FR31-0N duduk diatas meja operasi sambil terkekeh. "Habis kk lama sekali sih pinjam 'barang'nya... Untung bos lagi nginep di Ether, tiket pulangnya hilang dan semua Dementer sudah berpulang kemarkas... Coba kalau bos sampe duluan... dicincang abis deh, jadi besi rongsok... atau mungkin kau dijadikan bubuk Deterjen..."

"Masak bos tega nyincang anaknya sendiri??" si acc pengengendap-endap meremehkan. Kodenya 3XED7R nicknya EXDetermenetion, panggilanya ExDet. Gunner. "Ya bisa tega lah... secara wa kan Accretia gitu..."

Terdengar suara yang begitu mengerikan, hingga dapat membuat Flem berlarian takut. ExDet mengumpat pelan dalam hati. Lalu dengan penuh ketabahan, dia pun memutar badannya kebelakang dan menemukan sesosok bosnya berdiri dengan tangan terlipat didada.

"He he he... udah pulang bos...?" ExDet tertawa kaku, core nya berdetak kencang memikirkan reaksi yang akan dikeluarkan si bos. "Kau dalam masalah besar, nak. Kujamin itu" Kata si bos sambil menodongkan jari telunjuknya. Kemudian dia berpaling pada Freygon "Selamat atas kelulusanmu sebagai Assaulter. Nilaimu cukup memuaskan" Freygon mengangguk bersemangat "Makasih bos!"

"Trus kapan kamu jadi strikernya?! Ga lulus-lulus, padahal kamu kan kakaknya Freygon! Ga malu apa?! Sekarang malah curi-curi pinjem Armor gue... Lu bawa ke Ether kan?! Itu masih versi prototype!! Klo ketauan dewan bisa disita itu! Apalagi klo ketawan bangsa laen. Siap-siap mampus lu ditangan gue!!" Kata Bos marah-marah sampai kabel suaranya tegang semua "A-ampun bos Doom... kan cuma tes..." ExDet berdalih, memikirkan suatu alasan agar dia bisa lolos dari cincangan Doom "Armornya bagus lo bos! Itu gabungan armor ma weapon ya? Kok tanganku di Ether bisa berubah jadi canon gitu? Hebat bos lo bos!! Bos keren deh bisa nyiptain armor kek gini!" Puji ExDet.

Doom luluh juga sama pujian itu "Hmph! Ya sudah! Semuanya sudah terlanjur..." Doom berjalan menuju storage untuk mengecek armor ciptaannya itu. ExDet langsung menghalangi jalan Doom "A-armornya bagus kok bos! walaupun rada tipis klo buat TB, tapi ringan banget dan meningkatkan kecepatan berjalan 3x lipat bos!!" Doom tetap berusaha lewat "Iya tau... Trus kenapa lu halangin gue?? Minggir sono..." ExDet tetap tak beranjak, malah bergerak kek akanan ke kiri bagai pemainbasket yang menghalangi lawannya mencetak angka "B-bos nggak capek abis dari Ether? Minum oli dulu yuk!"

Freygon yang melihat hal itu tertawa dalam CPU. Doom lama-lama jadi kesal "Oi! Plis deh!! Robot mana bisa cape? Yang ada kehabisan batere!! Sekarang minggir kau! Ato mau nyobain rasanya dipretelin buat pajangan onderdil di klinik, hah?!"

ExDet pasrah akhirnya. Dia bergeser kesamping dan membiarkan Doom melewatinya. ExDet kemudian berjalan kebelakang Freygon dan bersembunyi di balik meja... dan... "EXDETERJEEEN!!!!! LU APAIN ARMOR PROTOTYPE GUE?!!!!!" Teriak Doom kenceng banget hingga menggetarkan seluruh perabot klinik setelah mengetahui bahwa ada kerusakan lumayan parah di beberapa titik armornya, terutama dibagian leher yang sudah tak berbentuk.

Kemudian Doom mengeluarkan SI Field Lance nya dan mengejar ExDet. ExDet yang mengetahui gelagat berbahaya itu langsung ambil kaki seribu tunggal langkang "AMPOEN BOS!!! ga sengajaaa!!!!! Tadi wa liat ada Bellato cewe di serang Acc aneh bos!! Makanya wa bantuin cebol itu!! Kesian bos!!" Kata ExDet melakukan pembelaaan. Doom yang mendengarnya optiknya membelak nyaris keluar dari framenya "You WHAT?! Bantuin cebol dan nyerang bangsa sendiri??!!" ExDet memukul dahinya "B-bukan bos!! Maksudku, nggak ada yang tau kan?! La wong Acc nya udah mati!!"

"WHAT?!!! MATI?! Code: 3XED7R Triari EXDetermenetion, YOU'RE SO MUCH IN 'BIG' TROUBLE!!!" Doom tambah tak percaya. ExDet memukul-mukul kepalanya dengan frustasi "A-ampun bos!!!" Mereka pun berkejaran mengitari ruangan klinik itu. Sesekali Doom melemparkan perabotan ke arah ExDet yang dihindari dengan mulus oleh ExDet. Sementara Freygon tertawa terbahak-bahak sampai tank olinya hampir bocor dan optiknya berembun.

Tiba-tiba komunikator Doom berbunyi. Dia pun berhenti mengejar ExDet dan membuka komunikatornya. Sementara ExDet bersembunyi dibalik Charger Pod "G-gencatan senjata bos?" Ucapnya lirih.

Doom membaca pesan itu dengan sesama. "...sh1t... dasar Optimus..." Umpatnya pelan "Kenapa bos?" Tanya Freygon keheranan. Doom meletakan FL nya di meja sebelah Frey sembari berkata "Noh, hadiah buat lu..." Frey langsung bersorak "Tengkyu bos!"

Scientist itu kemudian mengambil SI MLnya dan berjalan kearah pintu keluar. Sebelum pergi, dia berbalik "Kalian bakal aku tinggal sebentar. Jangan nakal!! Ntar kakak-kakak lu wa suruh kesini" Katanya "Oh ya, Ex, bersihin semua kekacauan ini. Harus udah selese sebelum kakak lu dateng..." Doom meninggalkan klinik diikuti tatapan melas dari ExDet.

FIRST VERSE: Ch 11: Awful Truth of Memories

Rasanya hampir berjam-jam Clear mengekor Denegan. Mereka berjalan di sebuah lorong rahasia dibawah permukaan bumi. Lorong yang disebut Denegan, Lunar Passageway. Menurut perkataan Denegan, Clear pernah sekali datang ke lorong ini. Tapi Clear meragukanya. Sama sekali tidak ingat.

Lorong tersebut berpenerangan remang dengan lampu-lampu kecil biru di setiap satu meternya. Namun cukup untuk melihat apa yang ada didepan. Di dindingnya terukir simbol rumit dengan lambang Bellato ditengah. Kelihatannya sangat rumit dan bercabang-cabang.

Meskipun begitu, Archon didepannya sama sekali tidak menunjukan tanda2 ragu untuk melangkah. Seperti dia sudah hapal di luar kepala rute yang ia tempuh. Keasikan menelusuri Lunar Passageway membuat Clear melupakan rasa cape-nya. Apalagi tadi Denegan mengatakan sesuatu yang membangkitkan semangatnya, "Kamu mau ingatanmu kembali?"

And so, gadis Bellathean itu asik-asik aja ngikut Denegan. Dalam hati Clear merasakan euphoria. Perutnya serasa melilit setiap kali dia membayangkan kemungkinan masa lalunya. Apa masa kecil gue bahagia dulu? Ato malah suram?? Sayangnya, semua kemungkinan itu membuatnya ingin meledak. Apa lagi Denegan sama sekali tidak mengajaknya bicara selama perjalanan. Itu sudah cukup untuk membuatnya bosan.

Akhirnya mereka berhenti didepan sebuah pintu ganda "Okay, here we are..." Denegan meletakan tangannya di permukaan pintu itu "Grant me your permission to enter this room as your... Archon! Abrir!" Dari tempat Denegan meletakan tangannya, keluar detak cahaya yang menyebar keseluruh permukaan pintu. Pintu pun terbuka perlahan. Asap tipis berhambur keluar dari dalam.

Dalam hati Clear berpikir, apa yang barusan dilakukan Archon tadi?

"Ayo masuk Clear. Ada yang ingin bertemu" Kata Denegan riang. Dengan kakunya Clear melangkah memasuki ruangan. Ruangan tersebut memiliki standar lebar kelas umum di akademi. Hampir tak ada apa disitu selain sederet komputer, kursi seadanya dan mesin2 bellato. Namun yang membuat Clear terkejut adalah orang2 yang berada di dalamnya.

"Engkong Eld! Kk Julian! Kenapa anda ada disini?" Serunya spontan. Engkong Eld adalah panggilan gaul dari anak2 Bellato kepada sang Race Manager, Ell Dun Tanta. Sedangkan Julian, adalah ketua Tim Penyerang, Berserker paling ganas, sekaligus pelatihnya Clear. Engkong Eld menghardik Clear "Ude gue bilangin ye, jangan panggil ane engkong! Dudut ente!"

Clear malah nyengir. Tak ada seorang pun mau berhenti memanggilnya Engkong jika dalam suasana informal. Kali ini Clear memandang kearah Julian. Lelaki kekar itu sama sekali tidak berkurang kewaspadaannya. Rambut pirang gelapnya menutupi sebagian rahangnya yang tegas. Mata elangnya tajam menatap lurus kedepan, membuat Clear kehilangan keberanian untuk bertatap langsung. Dan hal itu tidak disukai oleh Julian "Clear, tatap mataku! Jangan sekali-kali kau mengalihkan pandangan dari apa yang didepanmu!"

Clear tersenyum malu. Dari dulu Julian selalu mengajarkan, jika berhadapan dengan warrior, selalu tatap matanya. Dari matanya itu akan tersirat gerakan apa yang akan dilakukannya. Juga, jangan pernah tunjukan keragu2an. Tapi susah! Apa lagi Julian kan ganteng ^^ V. Lagian, tatapan matanya itu lo... ga kuku!

"Sudah2, ini kan bukan dimedan perang. Bukan jam latihan pula. Easy big guy" Kata Denegan santai. "Baik, saia tidak suka basa basi. Langsung saja Clear. Silahkan duduk dimana pun yang kamu mau. Berdiri juga boleh" Clear memilih tidak duduk. Karena dia sungkan pada ketiga orang seniornya yang semuanya berdiri.

"Begini, kita transparan saja. Kami, mewakili bangsa Bellato, menginginkan kamu mendapatkan ingatanmu kembali. Aku yakin kamu juga sama kan?"

Clear mengangguk. Serem amat, Bellato juga butuh memori gue! Segitu pentingnyakah? Denegan melanjutkan "Sayangnya, walau pun kita sama2 ingin, memori kamu nggak bisa kembali dengan instan. Harus dengan beberapa proses yang agak lama." Denegan mengeluarkan catatan kecil dan pena dari sakunya "Sebelum kita mulai, bisa interviu sebentar?" Tanpa menunggu jawaban dari Clear, Denegan memberikan pertanyaan pertama.

"Apa kamu sering mengalami sakit kepala, demam, migrain, dll?"

"Er, enggak tuh..."

"Sering mimpi aneh gitu?"

"Iya..."

"Sudah lama atau baru2 ini?"

"Ea, akhir2 ini sih, sekitar setengah tahun lalu..."

"Sudah punya pacar?"

"Hah?"

"Denegan!!" < Julian

"Bercanda2 ^^" Denegan menutup catatannya. Dari tampangnya terlihat dia sedang menarik kesimpulan dari wawancara singkatnya. "Lalu satu lagi... kemarikan tangan kananmu" Kata Denegan sambil mengulurkan tangannya. Tanpa prasangka, Clear melakukan apa yang disuruh Denegan. Denegan mengusap2 tangan Clear. Gya!! Archonnya genit!!! >.<

"Revelan... Odio Espada!"

Sontak Clear kaget begitu cahaya biru meledak ditangannya. Cahaya itu beradu denagn aura hitam dari dalam tangan Clear. Dia merasakan sensai panas itu lagi, persis seperti yang dia rasakan di Ether. Mencoba menarik tangannya, Clear memberontak dari cengkraman Denegan. Tapi Archon itu sama sekali tak melepaskannya.

Dengan sekali sentakan, Denegan menarik tangan Clear. Paling tidak itulah yang diperkirakan gadis itu. Namun, ternyata yang tertarik bukan tangannya, melainkan tangan transparan bagaikan hantu. Mata Clear terbelak, jantungnya seakan berhenti. B-benda apa itu?!

Dan tak berhenti disitu saja, Denegan menarik tangan tersebut hingga wujudnya yang lain ikut tertarik keluar. Mula2 pundak, dada, badan, dan terakhir kepala. Clear merasa sesaat sebelum ditarik keluar, benda itu menggeliat didalam tubuhnya, seperti menolak untuk dibangunkan.

Clear menatap ngeri wujud transparan beraura hitam didepannya. "H-ha...ha....ha...ha... HANTU!!!!!!" Teriak Clear kalap. Wujud itu membalikan badannya dan menatap Clear sengan sebal "Enak aja lu bilang gue hantu.... Gue berbeda dari mahluk menyedihkan yang tak diterima di akhirat itu!!"

"Oh, jadi ini wujud Odio Espada... Ternyata Bellato juga..." Celetuk Julian "Kelihatannya kuat..." Tambahnya dengan menyeringai. Jika Julian membuat pernyataan seperti itu, disertai seringainya, itu tanda2 dia tertarik pada orang... tertarik untuk menantang duel! Denegan yang mengetahui hal tersebut melambai2kan tangannya "Halo Jul? Not now ok?"

Sementara Clear masih menatap Odio dengan takjub. Odio Bellato. Jelas. Terlihat dari ukuran tubuhnya yang kontet. Memiliki rambut kuning menyala. Matanya orange gelap. Menatap dengan penuh kebencian. Lelaki yan gpenuh dengan kedengkian "Ok, so you're not a ghost... so, what are you??" tanya Clear setelah sadar bahwa dia Odi yang sama dengan Odi yang merasukinya di Ether, mengajaknya bicara nggak penting, dan meminta permintaan aneh.

"Dia adalah arwah orang yang sudah meninggal. Sebenernya ga salah juga di pangil hantu, sih" Denegan menjelaskan "Dia menghuni Chronicle karena tertarik dengan kekuatannya, *shadows*"

"Sadar karena dia sudah mati, dia nggak mungkin bisa mencapai apa pun itu yang jadi tujuannya. Maka dari itu, dia bertahan didalam Chronicle, sambil menyeleksi siapa saja yang kira2 bisa menjadi 'alat' untuk mewujudkan keinginannya."

"'Alat' tersebut disebut 'vessels'. Vessel diberkati oleh shadow sebuah kekuatan besar. Sebesar apa kekuatan itu, tegantung sekuat apa keinginan si shadow digabung dengan kekuatan asli Chronicle"

"Dan kontrak bisa berlaku baik seumur hidup, atau semenit saja, sangat tergantung oleh shadow" Denegan menutup penjelasananya sambil nyengir seakan berkata, wow! tadi itu perkataan terpanjang dan terbenar yang kuucapkan hari ini. Namun Odio melengkungkan senyum sinis "Kau tau banyak, Archon Bellato... Tapi kau tak tau cara untuk menjaga hidungmu tetap jauh dari urusan orang lain..."

Mendengar perkataan kurang ajar itu, Denegan malah tertawa terbahak-bahak. Membuat Clear sama sekali bingung "Ahahaha!! Lucu sekali Shadow ini!" Dia mengusap matanya yang berair dengan punggung tangan "Kenapa kamu berpikir aku mencampuri urusanmu? Justru kamulah yang mencampuri urusanku!"

"Dengarkan aku, hei Shadow yang penuh kebencian, orang yang kau ikat kontrak sebagai vessel adalah Valkyrie-ku! Aku tak bisa membiarkan orang lain, atau tepatnya, arwah lain, seenaknya menjadikannya sebagai vessel! Kau merusak segala rencanaku!"

Odio terkejut. Ekor matanya melirik Clear sekilas, untuk memastikan. Dari wajahnya tersirat bahwa dia mendapatkan suatu pemahaman. Tapi tidak dengan Clear, dia semakin bingung dengan adanya fakta baru yang muncul.

"Apa maksud kk? Valkyrie? Apa itu?" Pertanyaan itu terlontar keluar dari mulutnya tanpa pertahanan. Apa maksudnya dengan 'rencana'? Dasar perut Clear sedikit bergejolak, menangkap sinyal2 dirinya dimanfaatkan. Ada ketakutan terlintas.

Julian meremas kedua pundak Clear "Nanti akan kami beritau... Nanti, pelan-pelan saja... Sekarang dengarkan Archonmu dulu" Dengan pasrah Clear menurut saja. Dia percaya pada pelatihnya itu.

"Lalu apa maumu, Archon? Menyuruhku melepaskan vesselku? Maaf2 saja ya, aku tidak bisa. aku masih punya kewenangan atas vessel. Kalau kau sayang pada 'Valkyrie'mu ini, sebaiknya jangan coba2 mengancamku, karena aku bisa mencabut nyawanya dengan kontrakku" Kata Odio setengah mengancam.

"Oh yeah? Bagaimana kalau aku memaksa... dengan ini?!" Sekejab Denegan menarik tangan kanannya kedepan. Binar-binar cahaya mengikuti gerakan tangannya dan membentuk sebuah untaian simbol yang saling terikat di tangan Denegan. Sementara telapak tangannya berpendar-pendar.

"Soul Extractor... Untuk keperluan biasa, ini bisa menyedot kekuatan Force, menghilangkan buff maupun debuff, yang paling ekstrim memisahkan aliran force dengan jasadnya.... Sebenarnya masih banyak kegunaannya. Aku bisa menggunakan ini untuk menarikmu keluar dari Clear dan menghancurkanmu berkeping-keping hingga kau pun tak bakalan sampai keneraka... Bagaimana?"

Wajah Odio terlihat sengit. Kebencian dan amarah terpancar kuat dari setiap inci keberadaannya. Aura hitam menguat dan menggeliat liar disekitar bayangnya. Tangan Clear terasa membara lagi. Gadis itu menjerit tertahan merasakan panasnya. Tapi Julian memegangi Clear dengan erat seakan menyuruhnya untuk tetap berdiri tegak walau apa pun yang terjadi.

"Tentunya akan sangat disayangkan untuk hilang dari dunia ini, setelah kamu berusaha untuk tetap bertahan sebagai Shadow... Keinginanmu belum tersampaikan kan?" Tambah Denegan sambil tersenyum. Tapi senyum ceria itu tak ada lagi, yang ada senyum sinis dan dingin.

Odio menggeram, tubuhnya gemetar menahan marah. "KURANG AJAR!!! MATI KAU KEPARAT!!!" Shadow itu merubah tangannya menjadi sebuah pedang yang sama dengan pedang yang dipakai Clear di Ether, tapi lebih mengerikan. Pedang itu jadi satu dengan tangannya dan di hubungkan oleh urat nadi yang berdenyut kencang seakan siap keluar dari pembuluhnya dan berhamburan mengutuki Denegan.

Clear merasakan seluruh tenaganya disedot, kepalanya berat. Otomatis dia merosot kelantai. Tubuhnya bergetar dan nafasnya terasa berat, seakan dia juga ikut menanggung amarah yang menjadi-jadi. Tepat pada saat dia mencium lantai, dia merasa ada sesuatu melewatinya. Susah payah dia mendongak, dirinya mendapati Hora Sword Julian tengah beradu tenaga dengan Odio.

"Minggir pengganggu!!! Sebelum kubunuh kau!!" Bentak Odio dengan suara mengerikan. Tapi Julian malah semakin terprovokasi dan bersemangat "Heh, Bring it on!!!" Mereka melontarkan pedangnya kedepan, serempak mendorong dirinya kebelakang untuk mengambil ancang2 menyerang lagi.

"HENTIKAN!!"

Kedua warrior itu langsung berhenti mendegar suara tua yang begitu berwibawa. Engkong Eld sudah berdiri tegak dengan mata menyipit tak suka. Pandangannnya menatap mereka lurus2 "Julian, tarik pedangmu" Kata Engkong dengan nada menyuruh mutlak. Julian, tetap waspada, menurunkan pedangnya tanpa ekspresi.

Setelah ini, Clear berjanji dalam hati untuk tidak mengejek Engkong Eld lagi setelah melihatnya begitu berwibawa dan tegas seperti tadi. "Kau juga, turun kan pedangmu!" Perintah Engkong pada Odio. Terlihat jelas Odio tak sudi diperintah seorang tua renta yang lebih pendek darinya. Tapi Engkong Eld menambahkan "Lakukan sekarang juga, Prince Erick Ro Arneos!"

Wajah Odio menegang. Matanya membelak tanda terkejut setengah mati. Kakinya mundur selangkah dan badannya goyah "K-kau...! Bagaimana..." Engkong Eld maju beberapa langkah. Matanya tetap menatap mata Odio. "Awalnya aku merasa pernah melihatmu disuatu tempat... dulu sekali... Lalu kusadari kau adalah Prince Erick... Tapi kau sekarang begitu asing... berbeda dengan Prince Erick yang kutau dulu..." Nada Engkong Eld terdengar begitu sedih dan dalam. Kerutan diwajahnya terlihat jelas.

"Siapa kamu?! Kenapa kau bisa tau namaku?!" Tanya Odio dengan nada tinggi. Engkong Eld mendesah sedih sebelum menjawab. Seakan mengenang seorang yang sudah lama sekali tidka hadir dalam ingatannya "Aku Ell Dun Tanta, pangeran.... Muridmu dulu..."

"Ell? Si kecil Ell? Kau... masih hidup..." Odio melunak, wajahnya tertegun. Aura hitam itu tak lagi menyambar2. Panas di tangan Clear pun berkurang drastis, hampir tak terasa lagi. Tapi dia masih sama tak bertenaganya. Dengan seksama, Clear memperhatikan pembicaraan mereka berdua.

"Ya pangeranku... Tapi sepertinya Anda kelihatan kurang sehat... Hati anda kurang sehat... Maaf kalau saya lancang tadi..." Kata Engkong Eld sambil membungkuk. Dia menlanjutkan, "Mohon maafkan ketidak sopanan Archon saya. Dia hanya berhati-hati..."

Odio terdiam agak lama sebelum melanjutkan "Tak kusangka ada yang masih hidup dari klan asli Bellato... Kau sungguh beuntung Eld... setelah semua pengkhianatan itu..." Mata Odio kembali berkobar. Clear mulai mengolah informasi. Menurut pahamnya, sesuatu telah terjadi di Bellato yang melibatkan konflik antar klan yang berakhir pengkhianatan.

Itu membuat Odio Espada, atau Pangeran Erick Ro Arneos, menaruh dendam kesumat dan bersumpah dlam tujuh bahasa untuk memburu si pengkhianat ini. Clear jadi teringat akan cerita kehancuran Bellato Empire jauh sebelum ia lahir. Gadis itu jadi berpikir untuk menyempatkan dirinya keperpustakaan, mengecek kebenaran sejarah itu. Clear menemukan dirinya terkejut atas fakta bahwa Engkong Eld sudah hidup sejak jaman Kekaisaran Bellato.

Odio menghadapi Denegan. Ekspresi wajahnya dingin menusuk "Aku tetap tak akan melepaskan vesselku" Katanya tegas "Aku tau ada sesuatu dalam dirinya yang membuat naluriku memilihnya. Aku yakin dia bisa mengabulkan keinginanku yang belum tuntas. Jadi silahkan menunggu sampai aku selesai atau berduel dengan ku sampai mati"

Denegan mendengus geli "Kau yakin mau berduel? Sekali pun kau pangeran, i'm sure as hell, aku 'mungkin' bisa mengalahkanmu..." Lagi-lagi Odio tersenyum sinis, memamerkan deretan giginya yang runcing "Hoo, Archon yang sombong..."

"Tapi," Denegan memotong "Kalau aku menang dan menarikmu keluar secara paksa, itu tetap akan berdampak pada Clear... Dan aku tak mau terjadi sesuatu yang... permanen... pada dirinya. Bagaimana kalau kita buat perjanjian? Hitam diatas putih, dengan tinta darah kalau perlu"

Odio mencibir, melambaikan tangan seklias keudara "Bilang saja kau takut. Tapi untuk apa buang-buang waktu untuk meladeni Archon lemah sepertimu? Apa yang kau tawarkan, hei Archon sombong?"

"Kau gunakan kontrakmu untuk membantu Valkyrie-ku, dan dia akan membantumu. Sesederhana itu" Jelas Denegan dengan nada malas. Odio menyeringai "Kalau begitu kita tak punya masalah lagi..."

"Ya, kalian masih punya satu masalah!!" Seru Clear susah payah. Dia berusaha bangkit, tapi tenaganya belum pulih. Terpaksa dia bertumpu pada kedua tangannya karena lututnya sama sekali tak mau bergerak. Tenggorokannya yang kering menyebabkan suaranya pecah dan terdengar aneh. "Kalian tak menjelaskan apa-apa untuku! Bagaimana aku bisa membantu kalian? Belum tentu juga aku mau membantu 'kan?"

Julian membantunya berdiri dan mendudukannya di kursi. Clear tersenyum lemah padanya. "Mungkin aku lancang... Maaf Tuan Archon, Pelatih Julian, Pak Eld, Odio... Tapi aku sama sekali tak mengerti apa yang kalian bicarakan..." Ucap Clear dengan bahasa formal sambil menunduk dalam-dalam. Antara malu dan kecapaian.

"Ah, ya... Maaf Clear. Aku tidak melupakanmu kok" Kata Denegan lembut "Seperti yang kau tau, kau tidak bisa mengetahui ingatanmu sendiri kan? Itu ada alasannya..."

"Kami telah menyegel ingatanmu dua tahun yang lalu..." Penjelasan Denegan membuat Clear semakin bertanya-tanya "Kenapa? Ada apa memangnya?" Denegan mendesah sedih "Banyak hal yang terjadi... Tapi yang jelas, sudah saatnya kau tau kebenaran didibalik semua ini. Dan, ya, aku tak menyangkal bahwa kami juga membutuhkan ingatanmu. Meskipun, untuk mengembalikannya, sepenuhnya hanya kamu sendiri yang bisa"

Denegan mengangkat tangannya kearah Clear dan Soul Extractor berpendar disekitar tangannya. "Yang bisa kulakukan adalah melepaskan segel yang menghalangimu mengingat. Maafkan aku, sebagai Archon aku cuma bisa memindahkan segel, tanpa mampu memperbaikinya. Untuk itu aku minta maaf"

Clear bangkit dari kursinya. Sedikit merasa tersanjung atas perkataan Denegan. Kemudian dia berkata mantab dengan mata berkilat-kilat "Lakukan saja apa yang harus anda lakukan Tuan Archon. Aku akan berusaha semampunya" Lagi pula dirinya juga merasa penasaran, atas alasan apa dia mau repot-repot terjun ke medan perang tanpa ujung ini.

Denegan tersenyum "Terima kasih, Clear. Dan maaf sekali lagi" Sedetik, Archon itu memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam. Seketika pendaran cahaya Soul Extractor bersinar lebih terang. Cahaya kecil yang mengelilinginya melayang-layang dengan liar. "The Light of Universe, hear my demand... Undo curse I've placed... Break the Seal... Liberar!!"

Seketika ruangan dipenuhi cahaya biru menyilaukan. Clear melindungi matanya dari sinar itu dengan tangan ketika gelombang cahaya itu menyapu dirinya. Tiba-tiba kepalanya terasa ringan, dan dari dadanya seperti ada sesuatu yang terungkap. Belenggu tak terlihat sudah di lepaskan. Rasanya seperti pintu yang sudah bertahun-tahun terkunci tiba-tiba terbuka, menggodanya untuk masuk lebih dalam. Sekarang sudah tak ada lagi yang bisa menghalanginya mengingat kejadian apa pun itu di masa lalu.

Clear terbuai oleh sensasinya dan membiarkan hal tersebut membawanya kesebuah tempat dengan padang rumput dan sebatang pohon tinggi menjulang langit. Dibawah pohon tersebut duduk seorang lelaki berambut perak yang memainkan biola dengan nada yang sama sekali tak bisa didengar Clear. Angin menyapu seluruh padang, menebarkan aroma rumput yang khas. Rambut perak itu mernari-nari mengikuti irama.

Lelaki itu melihatnya, dialihkannya stik biola dari dawainya dan dia tersenyum. Mulutnya membentuk serangkaian kata yang tak terdengar. Bocah itu kemudian melakukan pekerjaannya lagi, diselingi lirikan pada Clear sesekali. Terutama ketika dia memainkan sederet nada yang kelihatannya sulit, seakan pamer.

Dia mengakhiri permainannya dengan satu sentakan kuat. Sekarang dia menghadapi Clear sepenuhnya sambil tetap berkata santai. Beberapa kali dia mengayunkan stiknya. Setengah mati Clear ingin tau siapa bocah itu dan apa yang diucapkannya. Namun sekelebat cahaya melintas dan memenuhi retina Clear. Tanpa perlawanan, Clear mengikuti kemana cahaya itu membawanya.

Kali ini dia berakhir di sebuah ruang keluarga kecil. Disana terdapat kurang lebih 15 anak-anak bermain bersama. Gelak tawa dan keceriaan yang berisik memenuhi ruangan. Sementara di sudut lain terlihat para orang tua sedang bercengkrama. Clear melihat bocah berambut perak itu lagi. Dia mengajaknya bicara dengan ekspresi ceria. Lalu datang anak perempuan berambut pirang sebahu ikut bergabung.

Ruangan berputar lagi. Lebih lama kali ini. Clear merasa sedikit mual dan vertigo memenuhi kepalanya. Dia kemudian di paparkan pemandangan dimana semua orang berduyun-duyun pergi meninggalkan desa. Disekitarnya juga berjalan orang-orang yang dilihatnya di ruang keluarga sebelumnya. Wajahnya mereka memancarkan kesedihan dan kekhawatiran. Bocah itu masih ada bersamanya. Begitu juga perempuan pirang itu. Hampir lengkap semuanya.

Sekali lagi Clear berpindah tempat. Dia sekarang berada disebuah kapal kargo, melintasi lautan bintang. Disekitarnya banyak orang menangis. Dari jendela kapal, Clear bisa melihat setitik bintang, atau planet tepatnya, berpendar dan perlahan hilang dalam letupan kecil. Clear merasa air mata meleleh di pipinya. Saat itu juga ada yang menggenggam tangannya. Saat dia berpaling, dia melihat bocah yang sama, namun Clear tak bisa menemukan dimana gadis berambut pirang satunya. Clear juga memperhatikan kalau jumlah orang yang dari ruang keluarga tinggal setengahnya...

Ruangan berpusar. Begitu membuka matanya, Clear melihat hamparan perkampungan yang di bumi hanguskan. Langit gelap oleh asap yang bergulung-gulung. Seketika, inderanya menajam. Tak seperti kilas balik sebelumnya yang samar-samar. Bau hangus asap dan anyir darah menusuk penciumannya. Panas api menjilati kulit. Peluh mengalir membasahi tuniknya. Ini bahkan lebih nyata dari pada kenyataan. Melihat keadaan seperti ini saja membuat bulu kuduk Clear berdiri.

Clear dengan jelas dapat mendengar jeritan minta tolong. Para ibu memanggil-manggil tanpa daya anak mereka. Tangisan dan keluhan merongrong masuk ketelingannya. Hati Clear serasa tercabik mendengarnya. Sekaligus menambah rasa takutnya. Anak yang terpisah dari ibunya hanya bisa menangis. Mayat-mayat bertumpukan begitu saja diinjak orang.

Orang-orang kocar-kacir melarikan diri. Bahkan ditengah keramaian ini, Clear merasa sendiri, terbuka dan rawan serangan. Dia merasa tatapan tajam terarah padanya dari langit. Tak terhalang, dan siap menyambar nyawanya kapan pun. Ketika menengadah kelangit, Clear melihat ratusan kapal angkasa melayang bagai camar. Laser kecil sesekali menghujam bumi dari meriamnya.

Ada yang memanggil namanya. Ternyata orang itu adalah bocah yang sama. Namun dia terlihat lebih tua, mendekati usia remaja. Wajahnya tegang dan menghitam oleh asap. Dengan mantab dia mengenggam tangan Clear dan membawanya pergi, sejauh mungkin dari maut. Otomatis Clear menyongsong pemuda itu. Tapi sama sekali tak terlihat adanya tanda-tanda dari orang lain yang dikenal Clear. Kemana orang-orang yang mengirinya sebelumnya?

Mereka berdua lari dengan berpegangan tangan. Beberapa kali menabrak atau tertabrak orang. Si pemuda berlari didepan membimbing Clear. Tiba-tiba orang yang berlari disekitarnya terbelah kepalanya, otaknya muncrat kemana-mana. Gadis itu membelak ngeri. Hal yang sama terjadi pada orang yang berlari beberapa meter darinya. Dengan tambahan kaki dan tangan yang langsung putus. Kontan semua orang menjadi semakin panik. Clear dan si pemuda memacu kecepatan melebihi batas kemampuan kakinya. Bahkan Clear tak sempat menghirup udara yang layak untuk mengisi paru-parunya.

Dalam hitungan detik, mayat-mayat berjatuhan dalam keadaan mengenaskan. Takut, jijik, dan panik memenuhi benak Clear. Namun ketakutan akan bahaya yang mendekat dari belakang menghantuinya. Tanpa menghiraukan kelelahan yang membakar kedua kedua kakinya, dan fakta bahwa kakinya melesak sedalam mata kaki di lautan darah dan bongkahan daging, mereka berdua bersama orang yang tersisa melarikan diri menuju hutan.

Meski pun begitu ketakutan, Clear tak tau apa yang mengejarnya. Dengan sisa tenaganya, Clear mencoba melihat sekilas siapa pemburu maut tersebut. Dan betapa terkejutnya dia melihat begitu banyak prajurit berarmor hitam berparade sambil menembaki orang-orang. Ribuan mungkin. Mantel mereka berayun-ayun angkuh diterpa angin. Menatap sinis kepada setiap keberadaan mahluk hidup.

Ketika itu juga, salah seorang prajurit mengarahkan rifflenya kepada gerombolan. Clear memiliki firasat, peluru itu akan merobek tubuhnya dan pemuda disampingnya. Clear menggenjot tenaga terakhirnya agar secepat mungkin mendapat tempat berlindung di hutan. Tapi peluru itu lebih cepat. Suara berdesing dari kejauhan seakan berteriak meminta tumbal...

Dan segalanya berjalan lambat. Clear dapat melihat peluru itu dengan jelas, melaju membelah angin, menghujamnya dengan telak. Besi panas itu kini menembus dadanya dan ia pun jatuh berdebam ke tanah.

.............
.....................

Mata Clear terbelak. Nafasnya tersengal-sengal. Keringat dingin membasahi kemeja dan bantalnya. Rambut tipis menempel disekitar wajah. Perlu sedetik untuk menyadari semua yang dia lihat berupa mimpi, kini ia kembali ke kenyataan. Disadarinya dia berada di kamar asrama.

Sebutir air mata mengalir. Dia pun mengangis tak terkendali, tak peduli sekeras apa pun usahanya menghentikan itu. Lalu tiba-tiba saja, dasar perutnya bergejolak. Isinya berebut menggelak keluar. Tanpa mengunggu isi perutnya tumpah di kasur, Clear menerjang pintu kamar mandi dan muntah di kloset.

Yang keluar hanya berupa cairan pahit karena perutnya berlum diisi apa-apa sejak bangun di RSM. Rasanya sangat tidak enak. Isi perutnya terus berhambur keluar walau pun dia memohon untuk berhenti sementara lututnya gemetar hebat.

Beberapa menit kemudian Clear bisa menguasai dirinya. Membersihkan diri dan kembali berbaring di ranjang. Karena kemejanya sudah terlalu basah oleh keringat, Clear menanggalkan kemeja dan menarik selimut. Dia menggigil dibalik selimut. Butuh waktu 15 menit untuk membuat otaknya kembali bekerja.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Odio menampakan diri disamping ranjang Clear, yang nyaris membuat Clear melonjak kaget. Dia lupa kalau Odio selalu bersamanya. "... sama sekali enggak... rasanya aku mau muntah lagi..." Clear bergumam pelan "Sudah berapa lama aku tidur?" Sambungnya. "Sekitar seharian penuh. Kukira kau mati atau bagaimana. Waktu itu aku nyaris menghajar Archonmu," Jelas Odio dengan nada menyalahkan "dia bilang semua kan baik-baik saja. Nyatanya sekarang kau demam"

"Aku nggak demam. Cuma kedinginan" Clear tersenyum lemah "kupikir kamu dan Archon Denegan bisa cocok satu sama lain" Odio mendengus "Jangan harap. Sori lah yaw! Ogah wa sama dia..." Dia berkata "Lalu bagaimana? Ada yang kau ingat?" Clear terdiam. Cukup lama. Mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang dilihatnya. Sekali lagi dia merasa mual. Setengah menggeram, Clear berlari kecil menuju kamar mandi lagi.

Saat Clear kembali, Odio tak bersuara. Ada jeda sesaat sebelum Odio melanjutkan "Kalau kamu begitu kedinginan, kenapa tak kau pakai lagi bajumu itu? Aku rikuh melihatmu begitu"

"Kalau gitu jangan lihat. Lagian ini kan kamarku..." Clear bersungut pelan menuju lemari pakaian. Dia mengambil kaos dan jaket, bersiap-siap untuk pergi keluar. "Mau kemana?" Tanya Odio penasaran "Cari angin. Menjernihkan pikiran. Nanti kuceritakan semuanya kalau otak-ku sudah bisa berfungsi dengan normal"

FIRST VERSE: Ch 10: Moving Phase

Di sebuah ruang kantor megah, Ashley berdiri menghadap seseorang yang duduk di kursi dibalik meja. Orang tersebut membaca sebuah dokumen "Hmm, menarik. Jadi kita melihat ada pemain lama disini... Prime, eh?" Orang itu bergumam. Ashley mengangguk "Ya, saia sudah pastikan. berdasarkan energy reading yang saia analisis di Ether, walaupun lemah, tapi bisa di pastikan itu milik OptimusPrime"

"Weks Ashley, bicaramu itu kok bikin aku merinding. Kek ngomong sama siapa aja... Wa kan temen lu?" Kata orang itu sambil nyengir "Yah, terbawa formalitas. Habis, wa kan lagi bicara ma orang nomor satu se Bellato. Archon gitu loh... Gimana ga formal..." Ashley berkilah

Orang di kursi tertawa renyah "Haha, kesampingkan masalah jabatan dulu. Dibalik pintu ini, kamu bebas manggil wa apaan" Kata Archon

"Thanks, Denegan. Cape juga ngomong formal sama lu. Aga ga rela gimana gitu..." Canda Ashley "Anyway, wa juga udah tanya ke Grimoire. Apakah Clear kumat karna 'penyakitnya' yang dulu ato gimana. Ternyata," Ashley berhenti, melirik Denegan yang kini membuka lembaran dokumen yang bergambarkan simbol2.

"Bukan. Ini masalah baru lagi" Sambung Ashley masih memperhatikan Denegan membuka2 halaman per halaman dengan seksama. Mata Denegan sedikit terbelak tatkala dia melihat sesuatu yang familiar dimatanya. Dia tersenyum sambil membelai salah satu symbol "Chronicles... Jadi Clear di tunjuknya untuk menjadi Vessel?""

Ashley melanjutkan dengan nada rendah "Begitulah. Padahal udah cape2 kita segel ingatannya, di batasi kekuatannya, dikasih sangsi penggunaan pula! Kok malah jadi vessel..."

Denegan bersandar kekursi "Yah, tapi baik Clear ato Chroniclenya ga isa di salahin lah... Clear itu kan ga minta di kasih kekuatan yang aneh2... terus soal Chronicle, itu cuma alat biasa. Soal mempengaruhi vessel kan tinggal apa yang bercokol di dalem Chronicle itu"

Denegan mendesah "Ini salahku... coba aku hentikan tragedi dua tahun lalu lebih cepat... pastinya semua ini nggak akan terjadi..." Denegan memandang Ashley dengan perasaan bersalah "Bahkan temanku yang caper ini nggak perlu kehilangan mata dan tetap bisa menjadi Astralist..."

Ashley memberi tatapan tegar. Mata robotnya mengecil "Oh come on. Wa aja udah bisa melalui masalah itu. Hadapi aja apa yang di depan mu, Dene"

Sang Archon tersenyum "Hehe, bener" Denegan membuang pandangan keluar jendela "Gimana soal Deception?" Tanyanya dengan nada tegas tapi santai "Dilaporkan kemarin Ether di serang oleh dewan acc dan guildnya yang memakai Deception untuk mengambil Chronicle" Ashley menjawab sambil duduk di kursi depan meja tanpa di persilahkan.
Pegel juga berdiri dari tadi nggak disuruh duduk ma sang Archon... "Makin merajalela aja ini Deception. Mungkin besok ga ada perang antar Accretia-Bellato-Cora. Yang ada perang antara Deception-Vanguard..."

Denegan membuang nafas sambil menaikan kedua kakinya diatas meja tanpa mengalihkan pandangan dari jendela. "Ehem ehem... Pak Archon..." Ashley berdeham. Denegan sedetik bingung, ditatapnya Ashley, tapi kemudian dia menurunkan kakinya dari meja, nyengir malu "Maav, kebiasaan..."

"Pokoknya," Ashley meneruskan "Kita tidak bisa membiarkan Deception terus2an berkembang biak... Kita hukum mati saja pengguna Deception... Larang penggunaannya... di tracking..."

Denegan menaikan alisnya "Bukannya sudah?" Ashley membelak "Sudah? Kok aku ga di kasih tau?" Denegan tersenyum kecut "Sebenernya sudah. tapi ternyata bandar Deception cukup licin. Bikin Jammer radar kita... Pengguna Deception yang tertangkap langsung di hukum mati kok. Tapi keknya, banyak rakyat kita ga terima liat bangsa laen pada pake Deception... terus protesnya ke aku. Cukup bikin wa minum obat sakit kepala 3x sehari. Sampe dilarang Grim. Minum obat terus2an ga bagus katanya"

"Haha, pak dokter kita masih peduli juga ternyata. Eh, tapi Dene, wa kok dapet laporan dari anak buahnya Gwen, bangsa laen juga pada protes ke Archon masing2 kenapa Deception dilarang. Katanya mereka juga liat bangsa laen pada make... Termasuk bangsa kita..." Kata Ashley merebahkan badan ke punggung kursi.

"Jah, lingkaran setan ini namanya... Oh, ya" Denegan melirik Ashley dengan tatapan jahil "Gimana kemajuanmu pdkt ma Gwendolyne?" Muka Ashley bersemu merah. Dia tersenyum malu2(in) sambil mengaruk belakang kepalanya "Yaaa... gimana yaa...?" Ashley terlihat ingin curhat sama Denegan, tapi diurungkan niatnya itu, dan mengalihkan topik pembicaraan "Udah deh, ngomongin soal cara berantas Deception aja..."

Denegan nyengir, dia tau usaha Ashley tapi membiarkannya "Kalo soal Deception. Wa udah nyiapin rencana... Wa mau kerja sama ama Accretia dan Cora"

Ashley berdiri dari kursi saking kagetnya. Tangannya menggebrak meja. Baik Mata maupun optiknya membelak "Sumpe lu?!"

"Lah, gimana? Tau sendiri 'kan, klo masing2 bangsa ternyata ga trimaan liat bangsa lain pake Deception. Pasti mereka juga, paling enggak, punya pemikiran sama klo Deception dilarang. Cora pasti iya. Enggak tau klo acc. Bagus juga kan klo ketiga bangsa bekerja sama memberantas Deception? Nice shot, huh?" Jelas Denegan tetap tenang. Seperti sudah bisa menebak reaksi Ashley.

Diwajah Ashley tersirat protes, khawatir, kaget, takjub, dodol, dan lain2 "Tapi Dene--!" Denegan mengangkat tangannya "Ya, aku tau. Mungkin banyak orang2 yang bakal protes... ketahuilah Ash, perang ini juga tidak membawa apa2 bagi kita di New Novus ini... Keadaan sudah berubah... Lagi pula..."

Denegan berdiri menghampiri sebuah rak dan mengambil salah satu buku. Buku itu sudah usang dan terbakar di setengah sudutnya. Dia memberikan tatapan kejam dan penuh dendam kepada buku itu "Musuh kita yang sebenarnya adalah Herodian... yang menyebarkan Deception ini..."

Sebuah buku bertuliskan 'HERODIAN'

"Waktu kita sedikit... terlalu sedikit..."

****

Clear terengah2 sampai depan kantor Dewan. Dia harus mengatur nafasnya dulu biar ga kelihatan capek. Gengsi donk, masuk ruangan dewan tapi keliatan loyo...

Terdengar jawaban dari dalam setelah Clear mengetuk pintu tiga kali "Passwordnya dulu ^^" Jah, kk Ashley, canda mulu... batin Clear. Tapi dia nekat masuk. Bodo amat... -_-a

Ternyata di dalem udah ada Regun, Dean, ma Dylan. Mereka juga sama bingungnya sama Clear. Satu2nya logika yang kepikiran, mungkin mereka di minta menjelaskan ulang secara detil tentang apa yang terjadi di Ether. Atau mungkin kontrol tugas? Tugas baru?

"Gimana, Clear? Udah mendingan?" tanya Ashley "Yah, gitu deh kk. Biasa aja kok" Jawab Clear "Bagus deh klo gitu, berarti udah fit buat ketemu sama bintang tamu kita."

Ashley berdiri mempersilahkan orang masuk "Silahkan masuk Pak Archon" Sontak semua kaget. Masuklah seorang pria muda berjas Archon kedalam ruangan. Wajahnya selalu terlihat riang. Dia adalah Denegan Fossler, Archon termuda sepanjang sejarah Bellato. Tapi dia jeniusnya luar biasa. Katanya dia pernah membuat sesuatu yang disebut 'Chronicle'. Entah apa itu.

Seperti di komando, para patriot muda ini langsung memberi hormat "Archon, sir! Reporting for duty!" Denegan melangkah masuk dengan mengibaskan tangannya "At ease, you all" Serempak mereka kembali ke posisi siap "Sebutkan identitas diri kalian, patriot!" Seru sang Archon. Untuk formalitas aja. Sebenernya si Archon udah kenal sama mereka semua. Karena diam2 latihan yang mereka jalani di awasi oleh Denegan.

"Regun Faden, sir! Infiltrator tingkat 40. Divisi 'Twilight Shadows'"

"Dylan Noreen, sir! Holy Chandra tingkat 40. Divisi 'Moonlight Luster'"

"Dean Hedge, sir!! Shield Miller tingkat 40. Divisi 'Solar Streak'"

"Clear Solarize, sir! Armor Rider tingkat 40. Divisi 'Daybreak Sparks'"

Denegan diam sebentar, memandang para bawahannya. "Mulai sekarang kalian di bebaskan dari Divisi masing-masing!!"

Jantung keempat sekawan itu langsung berhenti berdetak rasanya mendengar perintah dari sang Archon...

Empat sekawan langsung berpandangan satu sama lain. Tersirat dalam wajah mereka yang polos2 o'on 'maksudnya, kita di pecat nih?'

Archon Denegan yang membaca ekspresi ngenes itu langsung menjelaskan "Kalian nggak gua- maksudku- saia pecat kok. Kalian cuma akan saia pindahkan ke divisi lain... Divisi khusus..."

Clear berpikir, serius nih? Kita kan cuma cupu2 tingkat 40. Jangan2 divisi khusus ini isinya anak2 bandel yang alot banget naek level nya?? Uwaaa!! Ga mau!!!

Denegan berjalan mengelilingi mereka. Seperti menilai sebuah benda seni. Dan dia berhenti didepan Clear. "Berita lebih lanjut akan disampaikan oleh Ashley, sementara itu..." Mata cerdik itu menatap langsung mata kelabu milik Clear. tatapan yang mengandung berjuta arti entah apa saja itu. Kege-er-an di liatin archon, dianya salting...

"Clear, bisa ikut saia sebentar??" Tanyanya. Suara yang berisi paksaan halus. Clear merasa ada sesuatu. Regun mengeluarkan suara yang mirip protesan pelan. Dylan meliriknya cemas. Dean juga memandangnya. Ada apa sih?

"Y..ya, pak" akhirnya Clear nurut aja dibawa si Archon entah kemana.

Pintu ruangan ditutup.
Sunyi beberapa saat.

"Kenapa sekarang?! Bukannya katamu harus nunggu paling enggak 7-10 tahun lagi??" Dean menggebrak meja dengan nada tinggi. Matanya diarahkan tepat pada Ashley "Yeah! Padahal kk Denegan sendiri yang bilang! Kenapa malah sekarang?!" Regun ikut2an protes "kk Ashley, kk harus beri kami penjelasan!" Dylan pun nggak mau kalah.

Ashley mendesah "Kalau bisa menunggu, kami pasti akan menunggu sampai seribu tahun lama, klo perlu. Tapi itu memerlukan waktu. Dan waktu adalah sesuatu yang kita tidak punyai sekarang"

Dean mendelik "Berbelit2!!" Ashley menggaruk bagian belakang kepalanya "Nih, baca sendiri! Wa males jelasin! Disitu ada sebabnya kenapa harus sekarang!" Dia melemparkan folder dokumen kearah Regun "Menu Kafetaria Akademi Bellato Minggu Ketiga Bulan juni?? Apaan nih?! Emang apa hubungannya sama menu kafetaria?!" Regun membaca keras2 sambil mengacungkan folder tersebut.

"Ups, salah ambil folder. Ini dia" Kali ini Ashley memberikan folder yang benar. Regun yang baru membuka folder langsung terkejut dengan lebaynya "OMG!!! Jadi ini?!" Dean yang gemas melihat kelakuannya langsung menimpuknya dengan buku yang ada diatas meja. Ashley lah yang protes "Oy, klo mo nimpuk orang pake buku sendiri euy!"

"Sori2... sekarang, ini apaan?" Dean mendekatkan wajahnya ke folder. "kk, aku ga isa liat >.<" Dylan pun mendekat "Woy! Aku ga isa baca! ketutupan gundulmu ki!!" Ucap Regun dengan logat bumi kuno. melihat para juniornya malah berebut mbaca, kek monyet rebutan kacang di BZP (Bellato Zoo Park) Ashley ambil inisiatif untuk menjelaskan ringkasan yang ada di folder tersebut "Ude2!! Wa aja yang baca!! Dodol semua kalian... -_-a"

Ashley mengambil folder tersebut dan mengangkatnya agar bisa dilihat jelas "Kalian tau ini apa?" Katanya "I-itu folder kan?" Jawab Dylan polos "Iye tau ini folder! Apa ini kliatan kek ember?? Maksudku, isinya apaan..."

"Ya, meneketehe lah... kita kan lom sempet baca..." Kali ini Dean menjawab "Dudutz!! Tadi tuh pertanyaan retorika doank!! Ga usah dijawab o'on! Parah2..." Ashley melotot seram pada junior2nya sampe mereka pada mengkeret "oke, serius mode: on... Folder ini berisi catatan aktivitas luar angkasa yang kita pantau dari orbit novus"

*) Bellato, seperti halnya Acc dan Cora, memantau Novus dan sekitar dari orbitnya. Namun, mereka sama2 menggunakan stealth satellite agar tidak diketahui diaman satelit tersebut (klo ketauan pasti update planet war udah release, soale war di luar planet, wkwkkw)

"Dari laporan operator satelite, ada peningkatan aktivitas disekitar Herodian Space Station... Archon mempertimbangkan hal dengan hati-hati. Menurutnya, Herodian mulai bergerak menuju Novus. Maksud dan tujuan masih belum bisa di pastikan, sih..."

Ashley duduk. Mungkin karena cape berdiri sambil menjelaskan "Archon mengirim pesawat pengintai ke sekitar HSS (Herodian Space Station). Sedikit sekali informasi yang kita terima. Namun cukup untuk membuktikan bahwa Herodian memang merencanakan sesuatu."

"Mungkin saja, mereka sudah bisa menemukan cara untuk menerobos penghalang New Novus ini..." Ashley menambahkan dengan nada rendah nyaris berbisik.

"Tapi.. ini terlalu cepat... apa Clear bisa menerimanya?" Regun berkata pelan. Dean menepuk pundak Regun "Setelah dipikir2 lagi, kok wa ngerasa Clear malah nggak sabar menantikan ini" Katanya sambil nyengir.

"Kalian pikir2... apa yang dirasakan cewe itu, kalau dihadapkan dengan kemungkinan ingatannya kembali? Apa takut? khawatir? atau senang?" Ashley menyandarkan tubuh kedepan sambil meletakan tiga crest diatas meja. Masing-masing berukirkan pedang, perisai, dan tongkat "Yang jelas, melindungi 'Valkyrie' adalah tugas kalian, para 'Einherjar'..."